Nenek 90 Tahun Ini Dituntut Rp 1 M Oleh Anak Sendiri
“Dia enggak mau, dengan alasan masih keluarga, masa sama menantu tidak percaya. Atas dasar kepercayaan itu, ibu ngikutin saja. Padahal dia sudah pernah buat surat pernyataan siap balik nama sertifikat. Kita ada semua dokumen-dokumen surat pernyataannya,” jelasnya.
Namun setelah Abdurahman meninggal dunia, Nurhakim tiba-tiba menggugat kepemilikan tanah tersebut. Nurhakim mengaku tidak pernah dibayar oleh bapak mertuanya. Awalnya dia meminta Fatimah dan anak-anaknya untuk membayar Rp10 juta, lalu naik menjadi Rp50 juta, Rp 100 juta hingga Rp 1 miliar.
“Keluarga sudah melakukan mediasi, tapi dia tetap meminta keluarga untuk membayar tanah itu. Ya tidak mungkin bisa, jumlahnya mahal sekali,” tukasnya.
Kuasa Hukum Nurhakim, M Singarimbun mengatakan bahwa kliennya mengaku kalau dia memberikan sertifikat tanah kepada ayah mertuanya, Abdurahman karena dijanjikan akan dibeli pada tahun 1987. Namun sampai mertuanya meninggal dunia, dia tidak pernah mendapat bayaran atas penjualan tanah itu.
“Nurhakim sempat pindah ke Palangkaraya, Kalimantan bersama Nurhana. Saat mengetahui mertuanya meninggal dunia, dia pulang ke Tangerang untuk minta supaya tanah itu dibayar. Tapi pihak keluarga menolak karena merasa sudah membayar. Akhirnya dia meminta sertifikat tanahnya dikembalikan, tapi tidak diberikan juga. Karena itu dia layangkan gugatan ke pengadilan,” jelasnya.
Menurut Singarimbun, kliennya mengalami kerugian tanah dan sertifikat 397 meter dikali harga tanah saat ini sebesar Rp2 juta yaitu Rp794 juta. Selain itu kerugian immaterial mulai sejak tahun 1988 sampai sekarang 26 tahun memanfaatkan tanah untuk rumah. Kliennya merasa dirugikan Rp500 ribu/bulan dikali 312 bulan sebesar Rp156 juta. Totalnya mencapai Rp950 juta rupiah.
“Sebenarnya masalah tersebut telah dicoba agar diselesaikan secara kekeluargaan dengan beberapa kali mediasi. Namun pihak keluarga tergugat bersikeras tidak mau menyepakati permintaan Nurhakim. Harapan kami sih ingin diselesaikan baik-baik, tanahnya dibayar atau sertifikatnya dikembalikan saja. Tapi mereka tetap bersikukuh,” tukasnya.
Dalam persidangan, ketua majelis hakim yang dipimpin oleh Bambang Kristiawan menghadirkan saksi dari penggugat bernama Nawi Ismail. Sedangkan saksi yang hadir dari tergugat sebanyak tiga orang yaitu M. Amin, Bariah, H. Lasin Jaelani. Dikarenakan M. Amin dan Bariah adalah anak dari Fatimah dan mempunyai garis keluarga lurus maka kesaksiannya tidak bisa didengar. Sedangkan H. Lasin bisa di dengar karena tidak berbanding lurus.