Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Omnibus Law dan Demokrasi Deliberatif

Kamis, 27 Februari 2020 – 22:40 WIB
Omnibus Law dan Demokrasi Deliberatif - JPNN.COM
Ketua Umum DPP GMNI 2019-2022, Arjuna Putra Aldino. Foto: Dokpri for JPNN.com

Hal ini makin mempertegas, bahwa selama ini upah buruh cenderung turun, namun aliran investasi yang masuk ke Indonesia juga tak kunjung naik. Disinilah letak dis-orientasi dari omnibus law yang justru tidak mengakomodir kehendak Presiden yang menginginkan adanya efisiensi birokrasi dan pemangkasan regulasi untuk menarik masuknya investasi sehingga meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Demokrasi Deliberatif Sebagai Pendekatan

Polemik dan penolakan terhadap omnibus law juga berangkat dari proses perumusan yang tidak dijalankan dengan proses yang transparan, terbuka serta melibatkan segenap elemen yang nantinya bakal terdampak terhadap kebijakan tersebut. Faktor keterlibatan berbagai elemen merupakan faktor etis substansial dalam pengambilan kebijakan publik yang apabila tidak diselenggarakan justru menjadi faktor penghambat dari implementasi kebijakan itu sendiri.

Salah satu potret buram dari tidak adanya proses deliberatif dalam perumusan kebijakan omnibus law ini yakni proses perumusan hanya melibatkan sekelompok kecil golongan semata. Komposisi satgas omnibus law menjadi bermasalah ketika 30 persen anggotanya berstatus pengusaha yakni diisi oleh 16 orang pengurus Kadin nasional dan daerah serta 22 orang ketua asosiasi bisnis. Hal ini kemudian menciptakan potensi adanya konflik kepentingan (conflict of interest) dan isi dari kebijakan tersebut hanya menguntungkan kelempok tertentu saja.

Untuk itu perlu adanya pendekatan yang membuka ruang partisipasi secara luas pihak-pihak yang terdampak secara langsung dari kebijakan omnibus law ini. Adanya konflik kepentingan dalam sebuah pengambilan kebijakan memang tak bisa dipungkiri, namun untuk mengurangi dampak yang luas bagi kepentingan hajat hidup orang banyak, ia harus melalui proses pengujian dan diskursus bersama civil society di dalam ruang publik (public sphere).

Kuncinya adalah rasional reason yang bisa dipertangungjawabkan. Dengan kata lain, dari sinilah memungkinkan adanya transformasi preferensi-preferensi yang bersifat pribadi menjadi sudut pandang yang bisa diuji kelayakan dan kebenarannya secara publik. Dari sini pula tujuan utama dari omnibus law dapat dijaga agar tidak mengalami dis-orientasi. Dengan kata lain, omnibus law sebagai sebuah bentuk reformasi hukum haruslah dijalankan dalam kerangka “negara hukum demokratis”.

Kontroversi yang kontraproduktif pun dapat dihindarkan dengan dialog yang transparan dan inklusif. Dalam hal ini demokrasi deliberatif tetap menghormati garis batas antara negara dan masyarakat, namun ingin agar negara hukum demokratis mencairkan komunikasi-komunikasi politis di dalamnya. Sehingga kontroversi yang berkepenjangan dapat dihindari.

Konsep omnibus law tidak jarang digunakan untuk mengatasi tumpang tindih (overlapping) regulasi maupun dalam hal menyederhanakan peraturan perundang-undangan.

Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

BERITA LAINNYA
X Close