Orang Tua Korban Gagal Ginjal Akut Menggugat, Siapa yang Harus Bertanggung Jawab?
Ganti rugi diminta karena para tergugat dianggap telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Selain itu, para penggugat juga meminta perusahaan farmasi dan distributor disita hartanya sebagai pertanggungjawaban perbuatan melawan hukum.
Kuasa hukum para penggugat, Awan Puryadi, juga mempertanyakan klaim BPOM dan Kemenkes yang mengatakan tidak ada protokol atau standar internasional EG dan DEG saat kasus sedang tinggi.
Tapi ia mengatakan, berdasarkan fakta hukum kasus keracunan EG dan DEG sudah ada sejak 1930, tahun 1990 dan 2006, harusnya pemerintah punya rujukan bagi kasus yang melibatkan sirop obat yang menggunakan propilen glikol dan gliserin.
"Guidance dari FDA adalah menguji kadar EG dan DEG ... mengapa ini tidak segera dilakukan saat itu?" ujarnya.
"Ini bukan kasus pertama, sudah pernah terjadi di dunia sebelumnya, logikanya pasti ada kajiannya di jurnal [ilmiah] ... dengan semua tenaga ahli dan alat terpusat di RSCM, masa iya enggak ada yang terpikir [ini kasus keracunan EG dan DEG]?" tambah Safitri, yang saat Panghegar mulai dirawat di RSCM pada 5 Oktober lalu, dokter mengatakan belum mengetahui penyebab sakit anaknya.
Safitri mengatakan, selain sebagai upaya meminta pertanggungjawaban atas kasus yang menimpa para anak, gugatan ini juga semacam 'alarm' bagi BPOM untuk memperbaiki mekanisme pengawasan dan pemeriksaannya supaya kejadian yang sama tidak terulang.
"Huruf P pada BPOM itu fungsinya apa? Kalau mereka badan pengawas, tapi merasa 'itu bukan kerjaan kami, itu [jadi] quality control perusahaan masing-masing', aneh enggak? Terus buat apa dong ada BPOM?"