Otak Koruptor
Oleh: Dhimam Abror DjuraidLatar belakang masa kecil Komisarjevsky yang kelam juga dijadikan alasan untuk meminta keringanan.
Penasihat hukum Juliari mengatakan bahwa kliennya sudah menderita hukuman sosial dari publik, yang melakukan perundungan terhadap dirinya dan keluarganya. Alasan ini kemudian dijadikan sebagai alat oleh hakim untuk meringankan hukumannya.
Sam Harris menyimpulkan bahwa ‘’free will’’, kehendak bebas, itu hanyalah ilusi.
Manusia tidak bisa melakukan segala sesuatu secara bebas. Tinjauan psikologis maupun neurologis menunjukkan bahwa berbagai hal di lingkungan para penjahat itu memengaruhi keputusannya untuk melakukan kejahatan.
Juliari melakukan kejahatan karena lingkungannya memaksa untuk melakukan. Ia harus membagi-bagi proyek bantuan itu kepada teman-teman dan atasannya, karena dia memang harus melakukannya. Itulah sebabnya Juliari ngeyel tidak merasa bersalah.
Pengadilan terhadap pasangan Bupati Probolinggo dan suaminya nanti juga akan mengungkap motif apa yang membuat mereka tetap melakukan korupsi. Hasan Aminuddin sudah sepuluh tahun menjadi bupati dan enam tahun menjadi anggota DPR RI.
Puput Tantriana sudah tujuh tahun menjadi bupati. Uang dan materi seharusnya tidak menjadi persoalan. Namun, ternyata mereka masih melakukan korupsi juga.
KPK harus memelajari otak para koruptor itu sebelum nanti menyebut mereka sebagai penyintas, dan mengangkat mereka menjadi instruktur atau penyuluh sosialisasi anti-korupsi. Otak koruptor yang kotor tentu memancarkan energi kotor kepada orang lain.