Pak Anies Harus Ingat, Penghentian KRL Juga Bisa Mengancam Nyawa Pekerja
jpnn.com, JAKARTA - Pengamat Perkotaan Yayat Supriyatna menilai penghentian operasi kereta rel listrik bukan solusi yang tepat untuk mengurangi aktivitas masyarakat selama berlakunya pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Menurutnya, ada hal lebih krusial yang perlu dilakukan Gubernur Anies Baswedan.
"Memang dilema, pertanyaannya berani tidak Anies menutup dan menyegel kantor-kantor di Jakarta untuk sementara. Mau tidak Anies menanggung complaint tenant-tenant? Mau tidak menanggung kompensasi kerugian yang diterima pekerja? Itu juga mengancam perut mereka, ancam nyawa mereka juga, Semua risiko harus dihitung, tidak asal menghentikan," ujarnya.
Yayat mengatakan saat ini para pekerja mengalami buah simalakama bekerja atau tidak bekerja di tengah Covid-19. Bagi mereka keduanya sama, mengancam keberlangsunga hidup mereka.
Yayat mengingatkan Anies Baswedan prinsip PSBB adalah pembatasan, bukan pelarangan termasuk operasional KRL. Menurutnya Pemda seharusnya membuat skema pembatasan pergerakan pekerja berupa jumlah hari kerja dan jam masuk kerja.
Cara itu bisa menjadi solusi menanggulangi masalah penumpukan penumpang saat masuk dan pulang kerja.
"Masalahnya ada penumpukan, jadi perlu pengaturan di dalam KRL nya saja. Pengawasan didalam gerbong diperketat dan Pemprov DKI perlu menyiasati jam masuk kerja, bukan menghentikan KRLnya," ujarnya.
Yayat menjelaskan jumlah penguna KRL Bodetabek menuju Jakarta pada kondisi normal sebanyak 1, 2 juta orang. Mereka bekerja di Jakarta karena tidak memiliki kemampuan membeli rumah di Jakarta.
Saat ini dengan kebijakan PSBB maka jumlah para pekerja sudah berkurang drastis. Namun dia menyakini ada berbagai pekerja kantoran dan harian yang masih tetap bekerja karena tidak punya pilihan lain. Kantor mereka tidak memberikan cuti karena keberlangsungan perusahaan ada pada keberadaan karyawan tersebut.