Pakar Hukum Pidana UGM: KUHP Nasional Bertitik Tolak dari Asas Keseimbangan
"Ketika itu ditentukan sebagai delik aduan, dibatasi siapa yang berhak mengajukan aduan, itu menjadi jalan tengah,” ujar Prof. Marcus.
Pada kesempatan yang sama, Prof. Dr. Pujiyono, S.H., M.Hum juga menuturkan, satu hal yang harus dipahami terlebih dahulu bahwa di dalam hukum intinya ada norma dan value. Norma terbentuk karena ada ide dasar value yang mendasari.
“Beberapa aspek yang menjadi dasar KUHP nasional adalah pada KUHP warisan kolonial belum ada pemisahan aspek individu dan klaster; belum berorientasi pada orang atau aliran modern; tidak ada bab kesalahan atau pertanggungjawaban pidana; korban belum mendapat tempat atau berorientasi hanya pada pelaku; denda atau alternatif sanksi sangat sedikit atau sangat ringan karena bernilai pada masa kolonial,” ungkapnya.
Menurutnya, dengan berbagai dasar pemikiran itu kemudian memunculkan ide-ide dalam KUHP baru dengan nilai-nilai dasar Pancasila.
“Menjaga keseimbangan monodualistik; pengalaman historis dan kondisi empirik; serta perkembangan keilmuan atau teori serta dinamika masyarakat. Pembuatan KUHP yang bisa dikatakan cukup lama ini sudah berupaya menyerap seluruh aspirasi dari banyak kalangan, mengambil pendekatan kemanusiaan atau orientasi pidana pada pelaku-korban-masyarakat, sehingga membuka sebuah ruang atau hal baru demi menjamin kepastian hukum dan pembaruan hukum,” imbuh Prof. Pujiyono.
Sementara itu, Akademisi Universitas Indonesia, Dr. Surastini Fitriasih menganggap jika KUHP merupakan beleid yang tidak hanya memberikan ketegasan, tetapi juga keadilan hukum di Indonesia. Salah satunya adalah adanya alternatif sanksi bagi pelaku pelanggaran tindak pidana.
"Keunggulan dari KUHP itu adanya alternatif-alternatif sanksi. Pidana penjara bisa diganti pidana denda, pidana denda bisa diganti dengan pengawasan atau kerja sosial”, tutur Dr. Surastini.
Sosialisasi KUHP ini dihadiri banyak kalangan, mulai dari pejabat daerah, yakni Kapolda Sumut, Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak, Kepala BIN Daerah Sumut, Brigjen TNI Asep Jauhari, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, Idianto, SH, MH, birokrat dari Pemerintah Provinsi Sumut dan Pemerintah Kota Medan, praktisi hukum, akademisi, mahasiswa sampai masyarakat umum.