Pakar Komunikasi Tanggapi Soal Artikel Iklan Aqua: Ada Penggorengan ke Arah Persaingan Usaha
jpnn.com, JAKARTA - Penulisan artikel advertorial Aqua di salah satu media online nasional baru-baru ini dikritik oleh Cendekiawan NU Nadirsyah.
Penyebabnya, namanya dicatut dalam tulisan tersebut tanpa adanya konfirmasi kepadanya.
Namun, pakar komunikasi media menyayangkan adanya pihak-pihak tertentu yang menggoreng masalah ini ke arah persaingan usaha.
Pakar komunikasi yang juga pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Satrio Arismunandar, mengamati adanya pihak-pihak tertentu yang dengan sengaja telah memanfaatkan kasus ini dan menggorengnya kepada unsur persaingan usaha.
Hal itu sangat terlihat dari komentar-komentar para netizen di sosial media. "Semua komentar yang ada di sosial media itu bentuknya seragam, seperti ada yang mendrivenya," ujarnya.
Menurut mantan wartawan Kompas ini, sangat jarang selama ini ada netizen yang ikut campur dalam permasalahan berupa keberatan penulisan di media seperti kasus artikel iklan Aqua di salah satu media online nasional.
"Yang ribut itu biasanya antara pihak yang dirugikan dalam tulisan itu dan pihak-pihak terkait yang dianggap telah merugikan, itu saja. Dan biasanya itu diselesaikan secara kekeluargaan antar kedua belah pihak. Jadi, jarang ada para netizen apalagi di sosial media yang ikut campur," tukasnya.
Makanya, lanjut Satrio, ada sesuatu yang aneh dalam kasus ini, di mana sepertinya ada para netizen yang dengan sengaja dikomandoi seseorang untuk menggoreng masalah ini dan mengarahkannya kepada unsur persaingan usaha.
“Kalau komentar-komentar itu seragam, serempak dalam waktu yang kayaknya bersamaan, kita bisa menduga kemungkinan ada suatu upaya terorganisir, sistematis, masif, yang memanfaatkan isu ini untuk menghantam pesaing dagangnya. Itu bisa terjadi,” katanya.
Menurut Satrio, apa yang terlihat di sosial media itu sudah lebih daripada sekedar kritik pada praktik jurnalistik, tapi sudah mengarah kepada strategi untuk menghancurkan pesaing bisnis. “Nah, itu lain lagi masalahnya. Kita tidak lagi bicara mengenai masalah etika jurnalistik. Ini ngomong soal taktik-taktik perang dagang kalau gitu,” ucapnya.
Seharusnya, kalau pun melakukan kritik terhadap kesalahan pencatutan nama di dalam sebuah tulisan, menurut Satrio, sebaiknya kritik yang sifatnya membangun dan bukan menjatuhkan. Misalnya mengingatkan agar media tersebut lebih berhati-hati lagi dalam membuat tulisan karena itu bisa merugikan pihak-pihak yang dicatut namanya.
“Jadi, jangan terus menghakimi dengan menuduh media itu sering melakukan hal serupa dan mengait-ngaitkannya dengan isu-isu yang cukup sensitif,” tukas Satrio.
Padahal, lanjutnya, kasus itu hanya berkaitan dengan pelanggaran etika jurnalistik dengan membuat suatu pernyataan tanpa mewawancarai narasumber. Dalam kasus ini, kata Satrio, biasanya bisa diselesaikan dengan cara pihak yang dirugikan melakukan komplain berupa hak jawab dan memintanya untuk dimuat di media bersangkutan.