Pakar: Relasi Presiden dan Parpol Pengusung Tak Boleh Terputus
Dekan Fakultas Hukum Universitas Riau Mexsasai Indra mengatakan merujuk putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-IX/2011 yang menekankan pada salah satu tujuan partai politik yakni sebagai penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat secara konstitusional dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara.
Sehingga, lanjut Mexsasai partai politik punya peranan penting dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan di pemerintahan Indonesia.
"Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-IX/2011 yang menekankan pada salah satu tujuan partai politik yakni sebagai penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat secara konstitusional dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara," tuturnya.
Dengan demikian, berdasarkan tujuan parpol tersebut, maka relasi antara partai pengusung dan Presiden tidak boleh terputus.
Kemudian lanjut Mexsasai, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-IX/2011 tersebut telah menjelaskan bahwa tujuan partai politik bukan hanya sekadar ikut kontestasi Pemilu. Misalnya melakukan pendidikan politik bagi anggotanya dan masyarakat luas, penciptaan iklim yang kondusif, serta rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi.
"Oleh karena itu, seharusnya setiap partai politik berorientasi pada penyiapan kader-kader terbaik untuk direkrut dalam jabatan-jabatan politik termasuk sebagai calon Presiden dan calon Wakil Presiden," tuturnya.
Pakar Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Agus Riwanto mengungkapkan, seorang presiden adalah kader partai politik sejak pencalonan pilpres hingga menjabat sebagai presiden.
Sehingga kata Agus, dalam perspektif UU Pemilu, Parpol mempunyai relasi yang sangat erat dengan calon presiden (Capres).
Oleh karena itu, pasca amandemen UUD 1945 telah mengubah mekanisme Pilpres bukan dipilih oleh MPR RI akan tetapi dipilih langsung oleh Rakyat sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 6A ayat (1) UUD 1945.
"Selanjutnya UUD 1945 telah mengatur mekanisme pilpres harus melalui mekanisme Parpol. Pasal 6A ayat (1) dan ayat (2) itu merupakan dasar eksistensi fundamental parpol dalam konstitusi," katanya.
Agus menambahkan prosedur teknis pilpres diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan PKPU Nomor 22 Tahun 2018 tentang Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden yang mengatur tentang syarat pencalonan.