Palu Ketika Tanpa Koran
Oleh Dahlan IskanKamil lagi dalam perjalanan mengungsi. Ke Luwuk. Pantai timur Sulawesi. Mengungsikan istri dan anaknya. Yang trauma oleh gempa dan tsunami. Oleh gempa-gempa susulan. Oleh kelangkaan pangan. Oleh berita-berita yang serbamengerikan.
Kemarin Kamil tiba di Poso. Palu-Poso harus ia tempuh 18 jam. Padahal, normalnya, 4 jam. Dari Poso Kamil akan terus ke timur. Ke Luwuk. Daerah baru yang masa depannya lebih maju. Sejak ada proyek LNG di sana.
Kamil menyaksikan jalan menuju Poso padat. Kendaraan berurut di jalan raya. Banyak orang berpikiran sama: meninggalkan Palu.
Begitu juga yang jurusan ke utara: menuju Gorontalo dan Manado. Idem ditto jurusan ke selatan: Mamuju – Pare Pare – Makassar.
Palu ditinggalkan penduduknya. Yang kelas menengah. Yang punya mobil. Yang umumnya pendatang.
Kamil pilih ke Luwuk karena ada adiknya di sana. Rumahnya di Palu ditinggalkan begitu saja. Demikian juga para tetangganya.
Tidak aman di Palu. Tidak tenang di Palu. Begitu perasaan mereka.
Gempa Jumat senja itu memang luar biasa. Gempalah penyebab utama. Tsunami menambahinya.