Paradoks Sepakbola & Politik
Sabtu, 18 Desember 2010 – 00:00 WIB
Bukannya kritik tidak penting, bahkan perlu, sepanjang tak melihat dunia ini dengan “kacamata hitam” melulu. Tetapi ibarat permainan sepakbola dan lakon teater, para aktor kenegaraan pun membutuhkan good will masyakarat. Burung merak? Yang jika semakin disorak-sorai semakin menjadi? Ya, manusiawi belaka.
Tak hanya Rendra yang seperti itu, Juga Sutardji Calzoum Bakhri, Bung Karno, Iwan Fals. Manusia itu ada narsisnya, anugerah Ilahiat belaka, sepanjang tidak berlebihan melampaui porsinya. Narsis dan Marxis itu beda. Yang terakhir ini memang melegitimasi pertentangan kelas sebagai paradigm perjuangan.
Ada yang bilang bahwa Bung Karno dan Rendra patut dielu-elukan karena kualitas penampilannya memang patut dipuji. Kinerja SBY, bagaimana? Tak patut dipuji? Soal korupsi dinilai gagal karena semakin banyak saja kasus korupsi yang tersibakkan di Indonesia.