Pasal Penghinaan Presiden Bikin Anak Buah Prabowo Ngeri
jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum Satuan Relawan Indonesia Raya (Satria) Gerindra Nizar Zahro mengatakan, jika revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) memuat kembali pasal penghinaan terhadap kepala negara maka hal itu sama saja kemunduran. Menurutnya, mencantumkan pasal penghinaan presiden dalam KUHP akan membawa Indonesia kembali ke era Orde Baru.
"Mengkritik presiden presiden akan menjadi momok yang sangat menakutkan," kata Nizar kepada JPNN, Rabu (7/2).
Legislator Partai Gerindra itu menambahkan, pasal penghinaan presiden dalam RUU KUHP akan mengekang rakyat untuk menyatakan pendapat. Menurutnya, pasal tersebut berpotensi menjadi alat bagi penguasa untuk merepresi siapa pun yang menjadi lawan politik.
Nizar lantas mengutip Pasal 263 ayat 1 RUU KUHP. Bunyinya adalah setiap orang yang di muka umum menghina presiden atau wakil presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
Dia menyebut bunyi pasal itu sangat mengerikan karena akan mengancam kebebasan berekspresi. "Penguasa dapat semena-mena menerapkannya untuk membungkam para pengkritiknya," ujarnya.
Menurut dia, pasal tersebut jelas ingin menempatkan presiden pada posisi antikritik. Presiden, sambung Nizar, ingin dijunjung bagaikan raja sehingga seluruh perkataannya harus diikuti rakyat.
"Tidak ada ruang untuk mengkritik. Siapa pun yang mengkritik akan berhadapan dengan penjara," katanya.
Nizar menyebut ketentuan itu mirip dengan Pasal 134 KUHP yang sudah banyak memakan korban. Para aktivis pengkritik presiden dengan mudah digiring ke penjara.