Patah Hati Meningkatkan Risiko Kematian?
Penelitian menunjukkan bahwa orang yang mengalami syok kardiogenik sebagai komplikasi dari sindrom ini memiliki risiko kematian yang meningkat, baik dalam jangka pendek maupun dalam tahun-tahun berikutnya.
Oleh sebab itu, waspadalah saat mengalami patah hati, dan jangan terlalu berlarut-larut dalam kesedihan bila tak ingin mengalami gangguan kesehatan yang serius.
Hubungan antara depresi dan penyakit kardiovaskular bukanlah hal baru. Bahkan, para peneliti telah mengidentifikasi jalur biokimia yang menyebabkannya. Hasil penelitian menemukan bahwa stres psikologis memainkan peran kunci sebagai salah satu penyebab gangguan jantung.
Selain peningkatan risiko penyakit jantung, sebuah studi berskala besar yang dilakukan 2018 menyatakan bahwa tekanan psikologis yang disebabkan oleh kecemasan atau depresi juga dapat meningkatkan risiko seseorang terkena stroke.
Berbeda dengan serangan jantung
Broken heart syndrome ini dapat salah didiagnosis sebagai serangan jantung karena gejala dan hasil tesnya bisa sangat mirip dengan gejala serangan jantung akibat sumbatan pembuluh darah jantung koroner. Bedanya, pada kondisi ini tidak terjadi penyumbatan arteri jantung.
Beberapa tanda dan gejala sindrom ini juga berbeda dengan gejala serangan jantung. Pada broken heart syndrome, gejala bisa muncul tiba-tiba setelah tekanan emosional yang ekstrem. Sedangkan pada serangan jantung, nyeri dada biasanya dirasakan di sebelah kiri dengan kesan dada yang tertekan.
Selain itu, terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan untuk membedakan keduanya. Biasanya dokter dapat melakukan beberapa pemeriksaan seperti pemeriksaan rekam jantung dan pemeriksaan darah untuk melihat tanda kerusakan jantung.
Dokter Anda juga dapat menyarankan dilakukannya kateterisasi pembuluh darah jantung untuk memastikan keadaan pembuluh darah jantung Anda.