Pecah Usai Pilpres, Venezuela Jadi Mainan AS dan Rusia
jpnn.com, KARAKAS - Amerika Serikat (AS) dan Rusia terlibat dalam pusaran krisis politik dalam negeri Venezuela. Negara beribu kota Karakas itu tampaknya akan jadi arena terbaru bagi persaingan kedua negara
Kemarin, Rabu (16/1) Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengkritik AS yang berpihak kepada kubu oposisi Venezuela. Dukungan Washington itu, menurut Moskow, merupakan salah satu bentuk intervensi.
"Itu bukti bahwa AS menganggap remeh pemerintahan negara lain," ungkap Lavrov sebagaimana dilansir Reuters. Apalagi, Wakil Presiden AS Mike Pence juga sempat menghubungi kubu oposisi Venezuela pada Rabu (16/1).
Politik Venezuela memang kian terbelah pascadeklarasi Juan Guaido, ketua parlemen, sebagai presiden sementara pada masa transisi. Sejak awal Januari, parlemen Venezuela memang menyebut negaranya berada dalam masa transisi. Sebab, oposisi yang menguasai parlemen tidak mau mengakui Nicolas Maduro sebagai presiden.
Oposisi yakin kubu petahana mencurangi pemilihan presiden (pilpres) Mei lalu. Karena itu, mereka tak mau menerima kemenangan Maduro.
Pelantikan presiden baru pada 10 Januari juga membuat mereka berang. Parlemen pun lantas mendaulat Guaido sebagai presiden tandingan.
"Saat ini Venezuela berada dalam krisis terbesar sepanjang sejarah," ujar Guaido dalam wawancara dengan Washington Post.
Setelah mendeklarasikan diri sebagai presiden sementara dan menyebut Venezuela berada pada masa transisi, politikus 35 tahun itu sempat ditangkap polisi. Tapi, dia lantas dibebaskan pada hari yang sama.