Pedang Bermata Dua: Industri Nikel yang Menguntungkan Tapi Juga Mengancam Kesehatan dan Lingkungan
Energi ramah lingkungan mendorong permintaan nikel di masa depan
Australia dan Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia.
Sekitar 90 persen sumber daya Indonesia tersebar di provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara, menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Indonesia.
Perusahaan-perusahaan dengan investor Tiongkok, seperti IMIP, yang merupakan kemitraan antara perusahaan baja tahan karat asal Tiongkok Tsingshan Holding Group dan Bintang Delapan Group dari Indonesia, berkembang pesat sejak Presiden Joko Widodo pertama kali melarang ekspor mineral yang belum diolah pada tahun 2014.
Larangan tersebut "mengantar era baru pertumbuhan dan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia," menurut Ketua Kamar Dagang Indonesia (KADIN) Arsjad Rasjid, dengan sektor pertambangan kini memberikan kontribusi lebih dari 12 persen terhadap produk domestik bruto negara.
"Ini berarti ekspor nikel kita, yang awalnya berjumlah $3,3 juta pada tahun 2018, telah mencapai hampir $30 miliar pada tahun 2022," kata Rasjid.
Namun seiring dengan pertumbuhan ekonomi nikel, kekhawatiran terhadap dampak lingkungan dan sosial dari industri nikel juga meningkat.
Kelompok aktivis dan lingkungan hidup di Indonesia sudah mendokumentasikan serangkaian permasalahan, mulai dari penggundulan hutan hingga polusi udara dan isu hak-hak buruh.
Namun kekhawatiran soal lingkungan tampaknya tidak memperlambat laju lonjakan produksi nikel.