Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Pemerintah Jangan Sekadar Tidak Memperpanjang Izin FPI, tetapi Langsung Bubarkan

Senin, 02 Desember 2019 – 03:58 WIB
Pemerintah Jangan Sekadar Tidak Memperpanjang Izin FPI, tetapi Langsung Bubarkan - JPNN.COM
Menteri Agama Fachrul Razi. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah masih bersikap gamang menghadapi Front Pembela Islam (FPI), tidak seperti halnya ketika Pemerintah membubarkan HTI.

Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus mengatakan janji pemerintah untuk mendalami visi dan misi FPI tentang "penerapan Syariat Islam secara kaaffah di bawah naungan khilaafah Islaamiyyah dan seterusnya,” sebagai sikap gamang dan terlalu dicari-cari. Pasalnya, sudah lima tahun visi dan misi FPI terdaftar di Kemendagri, namun tidak dilakukan pendalaman dan penindakan.

“Melihat sepak terjang FPI yang intoleran selama 15 tahun, melakukan tindakan anarkistis (persekusi dan sweeping) terhadap kelompok minoritas sebagai tindakan yang menjadi tugas dan kewenangan Penegak Hukum, mestinya sikap Pemerintah tidak hanya sekadar "tidak memperpanjang izin, melainkan langsung bubarkan FPI sesuai dengan tuntutan public,” ujar Petrus Selestinus dalam keterangan persnya, Minggu (1/12).

Ketua Tim Task Force Forum Advokat Pengawal Pancasila (FAPP) ini menilai sikap gamang Pemerintah terhadap FPI justru bertolak belakang dengan semangat pembentukan UU Nomor 16 Tahun 2017 Tentang Ormas yang lahir melalui Perppu Presiden Jokowi No. 2 Tahun 2017, dimana terdapat kebutuhan mendesak untuk menjaga kehormatan dan kedaulatan negara yang ideologinya sedang terancam oleh ideologi Khilafah.

Bom Waktu

Petrus mengatakan jika kita memperhatikan peristiwa dimana FPI diterima pendaftarannya pada 20 Juni 2014, kemudian Badan Hukum HTI disahkan pada 2 Juli 2014 dan sebelumnya UU No. 8 Tahun 1985 Tentang Ormas dicabut dan dibentuk UU No. 17 Tahun 2013 Tentang Ormas pada 22 Juli 2013, semuanya berlangsung menjelang akhir masa bakti Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Presiden pada Oktober 2014.

“SBY dianggap telah menanam bom waktu dan memberikan "karpet merah" bagi ormas-ormas yang memperjuangkan khilafah sebelum mengakhiri masa jabatannya,” kata Petrus.

Lebih lanjut, Petrus menilai sejumlah pasal di dalam UU No. 17 Tahun 2013 Tentang Ormas, membuat Negara tidak berdaya ketika hendak menindak ormas Radikal dan Intoleran yang memperjuangkan Khilafah. Karena itu Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu No.2 Tahun 2017 yang mengubah pasal-pasal "nakal" dari UU No. 17 Tahun 2013 tersebut.

Sebagai Menag mestinya Fachrul Razi tahu bahwa mengubah ideologi sebuah ormas tidaklah mudah dan tidak mungkin hanya dengan Surat Pernyataan di atas materai Rp6000, tetapi perlu sosialisasi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

BERITA LAINNYA
X Close