Pemimpin Eksekutif Hongkong Ini Dijuluki Serigala sampai 689
jpnn.com - AKTIVIS Hongkong menuntut Leung Chun-ying meletakkan jabatan. Banyak hal yang menyebabkan pemimpin eksekutif Hongkong itu tidak dicintai rakyatnya.
Sebelum menjabat orang nomor wahid di Hongkong pada 2012, sosok Leung tidak terlalu terkenal. Tidak banyak warga Hongkong yang mengetahui dirinya. Leung adalah anak seorang polisi yang mendeskripsikan diri sebagai orang yang merakyat dan tidak suka popularitas.
Para pendukungnya menyatakan, Leung adalah pria yang akan meningkatkan kesejahteraan warga Hongkong. Saat ini Hongkong adalah kota dengan gap kekayaan tertinggi di dunia.
"Dia ingin merepresentasikan diri sebagai seseorang yang memulai dari bawah dan tidak berhubungan dengan para taipan. Namun, sayangnya orang-orang sudah sangat kecewa (dengan Leung, Red)," ujar Profesor Ilmu Politik di City University of Hongkong Joseph Cheng.
Leung dinilai gagal dalam mempertahankan hak pilih yang dijanjikan pada warga Hongkong sesuai dengan kesepakatan saat diserahkan oleh Inggris ke Tiongkok pada 1997. Kegagalan Leung itu memicu protes yang berkepanjangan saat ini.
Leung kini juga mempunyai julukan baru. Yaitu ’’689’’. Julukan itu mengacu pada jumlah suara yang dia dapatkan saat terpilih sebagai pemimpin Hongkong. Ada 1.200 anggota komite pemilih Hongkong yang memiliki hak suara untuk menentukan pucuk pimpinan kota tersebut. Mayoritas anggota komite itu adalah elite politik pro-Beijing.
Sejauh ini, Leung bisa dibilang hampir tidak melakukan apa pun untuk menepis tudingan bahwa dia antek Beijing. Tindak tanduknya bahkan lebih mengukuhkan hal tersebut. Sehari setelah terpilih sebagai pemimpin Beijing, dia langsung berkunjung ke kantor hubungan pemerintah pusat. Yaitu, kantor pengawasan Beijing di Hongkong.
Dalam pidato pelantikannya, Leung juga menggunakan bahasa Mandarin. Padahal, mayoritas warga Hongkong menggunakan bahasa Kanton.
"Dia berkomunikasi setiap hari dengan Beijing. Leung adalah kader yang sangat patuh," jelas Willy Lam, pakar politik di Chinese University of Hongkong.