Penelitian Menemukan Orang yang Aktif Mengecek Fakta Masih Menyebarkan Berita Bohong
"Karena itu, bahkan untuk kelompok ini kelihatannya diperlukan intervensi yang lebih gamblang untuk mencegah penyebaran informasi yang salah."
Menurut Dr Saling, pria lebih cenderung membagikan informasi yang salah. Mereka juga memiliki kepercayaan yang lebih rendah pada sains.
"Kami juga menemukan bahwa keraguan untuk divaksinasi disebabkan karena rendahnya kepercayaan terhadap sains dan keyakinan pada konspirasi yang lebih tinggi," kata Dr Saling.
"Pria juga memiliki lebih banyak keraguan terhadap vaksin."
Mengapa tetap membagikan informasi yang salah?
Ada beberapa sebab orang membagikan informasi yang salah. 12,4 persen di antaranya melakukannya untuk hiburan, 35,7 persen karena informasinya tampak menarik, dan 38,3 persen untuk menanyakan opini kedua. [graph2]
Dr Saling juga mencatat bahwa meski pun informasi tidak benar dibagikan untuk agar yang bersangkutan menemukan kebenarannya dan tidak ada maksud menyesatkan orang lain, hal ini masih "sangat bermasalah" dan berisiko menyebabkan kepercayaan salah pada orang lain.
"Kenyataan bahwa pelanggan kami menyebarkan informasi yang kebenarannya patut dipertanyakan menunjukkan bahwa masih ada banyak orang yang tidak menyadari betapa bermasalahnya membagikan berita bohong dan informasi yang salah," katanya.
Russell Skelton, direktur RMIT ABC Fact Check, mengatakan survei ini menunjukkan adanya kebutuhan mendesak atas literasi media di antara pengguna aktif platform media sosial seperti Facebook, Instagram, dan TikTok.