Penentuan Kabareskrim Baru Harus Bebas dari Intervensi Elite
jpnn.com, JAKARTA - Pengamat pertahanan dan keamanan Mufti Makarim mengatakan pengisian jabatan di institusi Polri, termasuk posisi Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) harus menggunakan merit sistem. Menurutnya, tanpa adanya merit sistem maka personel Polri tidak akan lagi memikirkan karier melalui pendidikan dan pengabdian yang profesional.
“Tidak lagi menjalani karier dengan pengabdian yang profesional tetapi dia akan mencari akses kepada penguasa untuk bisa menempati jabatan. Itu tidak sehat," kata Mufti saat diskusi bertajuk “Menata Organisasi Polri di Bawah Kapolri Baru” yang digagas Institute Demokrasi dan Keamanan, Kamis (7/11) di Jakarta.
Dia meminta elite politik tidak mengintervensi penentuan sosok Kabareskrim Polri yang akan dipilih. Menurut dia, pemerintah atau kalangan elite harus memahami bahwa sudah menjadi tugas bersama untuk menjaga merit sistem di internal kepolisian ini. "Jangan hanya karena mencari siapa yang disukai, lalu merusak apa yang sudah baik di dalam sistem ini," ujar Mufti.
Selain merit sistem, lanjut Mufti, faktor lain yang tidak kalah penting adalah mengedepankan senioritas yang berpengalaman sesuai jenjang karier. Menurut dia, hal ini sangat vital untuk mengukur kemampuan beradaptasi terhadap persoalan yang ada, serta pengalaman membangun komunikasi di masyarakat.
“Kalau polisi tidak punya koneksi yang positif dengan masyarakat tentunya akan ada hambatan dalam pelaksanaan tugas sebagai Kabareskrim ke depan," ujarnya.
Mufti juga menanggapi soal kemungkinan terjadinya resistensi kalau pemilihan Kabareskrim Polri penuh muatan politik. Dia mengatakan bahwa seorang anggota Polri yang bisa sampai pada pangkat dan jabatan tertentu, tentu telah menempuh proses-proses dan syarat dasar yang harus dipenuhi.
Lantas, kata dia, bisa dibayangkan kalau ada orang yang dianggap tidak melewati proses berdarah-darah atau ketat, tetapi karena ada campur tangan kekuasaan, akhirnya terpilih menempati jabatan tertentu.
“Maka bisa dibayangkan kenyamanan dalam bekerja, kepatuhan dan ketaatan apalagi kalau sampai menyangkut angkatan. Kalau tidak solid di internal, ada faksi-faksi, konflik, kerugiannya adalah terhadap institusi dan pelayanan masyarakat secara umum,” katanya.