Pengawasan Terhadap MK Lemah
Dia mencontohkan, sanksi ringan berupa "teguran lisan" yang diberikan kepada ketua MK atas tuduhan "katebelece" beberapa waktu lalu adalah bentuk nyata lemahnya sistem Dewan Etik.
“Kesimpulannya, secara aturan dan kelembagaan Dewan Etik berada di bawah kontrol MK, lembaganya yang seharusnya diawasi,” ujarnya.
Benny mengatakan para hakim konstitusi seharusnya membuka diri dan tidak perlu resisten terhadap pengawasan. Menurut dia, selama ini ada salah paham terhadap pengawasan.
“Pengawasan harus dibedakan dari intervensi,” katanya. Menurut dia, segala bentuk intervensi terhadap independensi hakim dan lembaga yudisial jelas harus ditolak, tetapi pengawasan tidak. Independen tidak dapat dijadikan alasan untuk menghindari pengawasan. “Pengawasan bertujuan untuk memastikan agar kekuasaan tidak disalahgunakan,” kata Benny.
Dia mengatakan, ada sejumlah catatan untuk bekal perbaikan di masa yang akan datang di MK. Selain tidak adanya lembaga pengawas, ada beberapa persoalan lain di MK. Antara lain, soal kewenangan absolut MK. “Persoalan lainnya terkait dengan akuntabilitas dalam proses seleksi hakim dan terkait dengan manajemen perkara masalah-masalah ini yang menyebabkan potensi penyalahgunaan kekuasaan,” kata Benny.
Pakar hukum tata negara, Benny Sabdo juga mengungkapkan adanya potensi abuse of power MK. Kasus yang menimpa Akil Mochtar dan Patrialis Akbar menjadi bukti adanya potensi abuse of power tersebut.
“Putusan MK memang harus diikuti karena sifatnya final dan mengikat. Namun MK tidak selalu benar. Artinya, masih ada kasus di MK seperti Akil Mochtar dan Patrialis Akbar. Sehingga ada juga potensi abuse of power dari MK,” ujarnya dalam kesempatan tersebut. (boy/jpnn)