Penindakan Terukur dan Akuntabel Terhadap Teroris Dibenarkan
jpnn.com, JAKARTA - Setelah teror bom di Gereja Katedral Makassar pada 28 Maret 2021, pelaku terorisme lone wolf (tindakan sendirian) berusaha menyerang Mabes Polri, namun dilumpuhkan oleh aparat.
“Lone wolf merupakan strategi mutakhir di kalangan kelompok dan jaringan teroris. Strategi tersebut memungkinkan siapa saja menjadi aktor teroris,” ujar Ketua Setara Institute Hendardi dalam keterangan pers di Jakarta, Kamis (1/4).
Menurut Hendardi, dua peristiwa teror terakhir di Makassar dan di Jakarta menunjukkan kelompok pengusung ideologi teror masih eksis di Indonesia, termasuk dengan menggunakan strategi lone wolf.
Dia menjelaskan Jaringan Jamaah Ansharud Daulah (JAD) adalah salah satu jaringan terorisme yang paling menonjol mengadopsi strategi lone wolf dalam menjalankan tindakan teror.
Menurut dia, JAD mengapitalisasi pesatnya perkembangan teknologi informasi dan memanfaatkannya secara efektif untuk melakukan proses radikalisasi di ruang publik dengan menyasar kelompok-kelompok spesifik, yang memiliki potensi transformasi secara cepat untuk menjadi intoleran aktif, radikal, lalu jihadis dan melakukan amaliyah teror.
Hendardi menyebut eEksistensi kelompok teroris ini dimungkinkan karena mengendurnya kepekaan dan melemahnya partisipasi masyarakat.
Di sisi lain, kata dia, berkembang upaya untuk mendelegitimasi tindakan polisional oleh institusi-institusi keamanan negara dalam menangani terorisme. Hal itu mendorong masyarakat menjadi permisif, karena berkembang persepsi bahwa terorisme adalah konspirasi atau rekayasa pihak-pihak tertentu.
Padahal, dua aksi terakhir, misalnya, menunjukkan betapa jejaring itu nyata dan keberadaan mereka membahayakan jiwa warga masyarakat. Demi melindungi kepentingan publik dan keselamatan warga, tindakan polisional yang terukur dan akuntabel, untuk melumpuhkan teroris dan jaringannya dibenarkan, (permissible) dalam perpsektif hukum dan hak asasi manusia.