Penjelasan Lengkap Pak Tjahjo soal Penataan Honorer K2 dan Penyederhanaan Birokrasi
Hasilnya, sebanyak 13.347 orang eks THK-II masih memenuhi persyaratan. Kemudian setelah dilaksanakan proses seleksi CPNS pada tahun 2018, dari 8.765 pelamar terdaftar, 6.638 orang yang lulus di antaranya adalah para guru dan 173 orang merupakan tenaga kesehatan.
Sementara bagi eks THK-II yang berusia di atas 35 tahun dan telah memenuhi persyaratan, berdasarkan kesepakatan pemerintah dengan tujuh komisi gabungan, mereka dapat mengikuti seleksi sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) khusus untuk guru, tenaga kesehatan dan penyuluh pertanian. Tentunya seleksi disesuaikan dengan kebutuhan organisasi.
Sebagai tindak lanjutnya, pada akhir bulan Januari 2019 telah dilakukan seleksi PPPK. Seleksi ini sesuai dengan PP Nomor 49 Tahun 2018 Tentang Manajemen PPPK. Hasil seleksi, tenaga guru yang lulus seleksi sebanyak 34.954 orang. Sementara tenaga kesehatan yang lulus sebanyak 1.792 orang. Sedangkan, penyuluh pertanian yang lulus tercatat sebanyak 11.670 orang. Saat ini, mereka yang lulus dalam proses pengangkatan sebagai ASN dengan status PPPK.
Adapun Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 Tentang Manajemen PPPK itu sendiri merupakan turunan dari UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN. Maka dengan berlakunya PP Nomor 49 Tahun 2018, status kepegawaian pada instansi pemerintahan hanya ada dua yakni PNS dan PPPK. Dan bagi pegawai non-ASN yang berada di kantor pemerintah diberikan masa transisi selama 5 tahun sejak PP Nomor 49 Tahun 2018 diundangkan.
Selain itu, berdasarkan ketentuan Pasal 96 PP Nomor 49 Tahun 2018, PPK dan pejabat lain di lingkungan instansi pemerintah dilarang mengangkat pegawai non PNS atau non PPK untuk mengisi jabatan ASN. Bagi PPK dan pejabat lain yang terbukti mengangkat pegawai non-PNS dan non-PPPK akan dikenai sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Perlu ditegaskan juga, terkait dengan penataan ASN honorer, Pemerintah pusat sama sekali tidak mengurusi perekrutan tenaga honorer di daerah. Kewenangan tenaga honorer non-ASN ada pada tangan kepala daerah dengan menyesuaikan kemampuan keuangan daerah.
Adapun restrukturisasi komposisi tenaga honorer yang dilakukan, bukan karena pemerintah ingin menghapus tenaga honorer yang ada. Tapi pemerintah ingin mengatur proporsi komposisi ASN di Indonesia yang bisa dikatakan masih belum berimbang. (antara/jpnn)