Peran Perempuan dalam Terorisme Harus Dilihat Secara Holistik
jpnn.com, JAKARTA - Executive Board Asian Moslem Network (AMAN) Indonesia, Yunianti Chuzaifah menyoroti kaum perempuan yang dianggap sebagai salah satu kelompok paling rentan terpapar paham radikal.
Menurut Yuniarti, perempuan punya kerentanan untuk menjadi sasaran luapan frustasi suami. Saat aksi teror gagal, si suami atau bapaknya ada kecenderungan menumpahkan emosinya.
"Para penyerang yang frustasi karena gagal di luar pada saat pulang ke rumah itu agresinya muncul dan disasarkan kepada yang dipersepsi lemah, yaitu kepada perempuan, istrinya, kepada anak-anaknya, kepada PRT-nya," kata Yunianti dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI) 2024 di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (21/2). .
Karena itu, hak asasi perempuan atau keadilan gender menjadi penting dalam rangka optimalisasi perlindungan perempuan dalam skema penanggulangan terorisme.
"Hak asasi perempuan atau keadilan gender harus menjadi pandega dalam penanggulangan ekstremisme berbasis kekerasan karena tidak jarang hak asasi ini dimaknai sebagai freedom to harm, bebas apa saja."
Selain itu, Yuniati mengungkapkan ada kecenderungan perempuan itu dahulu adalah korban, tetapi saat ini pelaku juga menjadi teroris.
"Saya membahasakannya demonizing women. Jadi seperti perempuan itu sekarang banyak yang jahat. Saya menilai interseksi itu perlu untuk dilihat bahwa sekarang ada loh yang memang jadi pelaku, yang korbannya juga tidak sedikit," urainya.
Walau demikian, dia juga menekankan pentingnya peran perempuan dalam pusaran terorisme.