Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Perdebatan Hangat Malah saat Menyensor Film Religi

Selasa, 23 September 2014 – 08:23 WIB
Perdebatan Hangat Malah saat Menyensor Film Religi - JPNN.COM
SENIOR: Sudiono, operator di LSF, sehari-harinya menyiapkan film-film baru yang dimohonkan untuk dilakukan penyensoran. Foto: Dody Bayu Prasetyo/Jawa Pos

Tidak jarang anggota tim penyensor sampai terkantuk-kantuk saat menonton film, apalagi jika film yang ditonton punya jalan cerita yang membosankan. ”Juga disediakan kopi sama kue-kue biar bisa tetap melek,” ucap pria asli Malang, Jawa Timur, tersebut.

Selain harus memperhatikan jalan cerita dalam film, Sudiono menjelaskan bahwa tim penyensor harus memperhatikan durasi waktu untuk menentukan scene mana yang harus disensor. ”Menit sekian atau detik sekian yang harus dihilangkan. Harus teliti,” terangnya.

Soal adegan apa yang harus disensor, itu juga bukan perkara mudah. Meski menurut peraturan adegan yang perlu disensor adalah adegan pornografi, adegan ranjang, kekerasan, perjudian, dan sebagainya, bagi Sudiono yang sudah berpengalaman dalam menyensor film, apa yang harus disensor juga ditentukan oleh rasa. Dia mencontohkan, tidak semua adegan berciuman dihapus dari sebuah film.

”Kalau untuk bioskop, adegan berciuman bisa tetap ada, tapi dipotong berapa detik. Tapi, jika untuk layar tancap, bagian pas mau nyosor kami cut. Beda lagi untuk tayang di TV, saat pemeran beradegan mau mencium, sudah kami hapus. Soalnya, kalau TV banyak ditonton anak kecil. Pokoknya dirasa-rasain sendiri lah,” terangnya.

Selain itu, penyensoran harus rapi dan bersih. Dia menerangkan bahwa film yang terpotong setelah disensor sering punya alur cerita yang tidak jelas. Bukan itu saja. Musik latar pada film yang disensor kadang terdengar aneh karena ada adegan yang terpenggal. ”Jangan sampai sensor ini membuat film yang seharusnya bagus jadi jelek,” ucapnya.

Namun, menurut dia, tugas tim penyensor dan operator saat ini sudah jauh lebih mudah berkat berbagai peralatan modern yang serbaotomatis. Sebut saja CD/DVD sebagai pengganti pita seluloid, Betamax, dan video home system (VHS).

Dengan menggunakan kepingan CD/DVD lengkap dengan mesin pemutarnya, sebuah film dapat dipercepat atau diperlambat dengan mudah untuk mencari bagian yang hendak disensor.

Kalau dulu, sekitar 1980, lanjut Sudiono, semua penyensoran film harus dilakukan secara manual. Petugas pemotong film harus mencatat dengan teliti bagian mana dalam film yang harus dipotong. Saat itu film masih disimpan dalam pita seluloid.

MESKI hanya muncul beberapa detik di layar, tulisan Telah Lulus Sensor adalah tiket untuk sebuah film baik sekelas Hollywood maupun FTV agar bisa

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

X Close