Perjuangan Pak Kades Temukan Mata Air, Bisikan Gaib Leluhur
Kastaman lalu turun dari Jip. ”Di sana, lihat yang putih kecil itu?” katanya sambil menunjuk ke atas tebing.
Perlu memicingkan mata beberapa lama untuk menemukan ”sumber air” yang diceritakan Kastaman tadi.
Sebelumnya, sempat terpikir kami akan menemui sebentuk telaga berbatu atau minimal air terjun kecil. Tapi, mata airnya memang ada di sana, 400 meter di atas lereng curam yang nyaris vertikal.
Permukaannya hijau mulus. Paling tidak ditumbuhi lumut dan rumput-rumput, rata-rata terdiri atas batu padas.
Titik putih kecil di antara selimut hijau lereng itu tersambung dengan pipa panjang yang menjulur ke bawah. Juga putih setipis rambut, samar-samar terlihat dari bawah.
Di bawah tebing, pipa itu menghunjam ke bawah dan hilang di antara semak belukar. Menurut Kastaman dan Julius, pipa itu tersambung sampai ke Desa Ngadas dan Jetak nun jauh di sana.
”Kami bangun pipanisasi, panjangnya 15 kilometer,” kata pria Hindu yang memakai udeng itu.
Pipanisasi tersebut tuntas dalam waktu kurang dari setahun. Menghabiskan dana Rp 306 juta. Masing-masing (dua desa) menyumbangkan jatah dana desa mereka dan mengerahkan warganya.