Permen LH Nomor 12/2012 Antara Investasi dan Konsistensi Pelestarian Sungai
Oleh: HerlinaHampir satu dekade, masih saja ditemukan masalah di beberapa daerah karena limbah industri tekstil yang mencemari aliran sungai. Masyarakat yang terdampak pun pada akhirnya banyak yang melakukan protes. Akibatnya, bisa dilihat bahwa penolakan-penolakan terhadap keberadaan industri tekstil kerap terjadi.
Namun demikian para pengusaha industri tekstil yang merasa sudah memberikan sumbangsih bagi negara, beberapa waktu lalu justru meminta kepada pemerintah untuk merevisi sejumlah regulasi yang terdapat pada Permen LH No. 16 Tahun 2012.
Ada beberapa poin yang dinilai tidak equal perlakuannya. Terutama antara industri tekstil dan industri yang bergerak di bidang lain seperti sawit dan pulp kertas. Suara para pengusaha terkait dengan revisi itu diwakili oleh pernyataan ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API).
Bagi mereka, hal-hal yang bersinggungan dengan masalah aturan pengolahan limbah harus diubah karena dinilai dapat menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi.
Hingga kini, industri TPT wajib menjaga Chemichal Oxygen Demand (COD) dan Biologycal Oxygen Demand (BOD) di level 115. Sedangkan kebijakan untuk industri pulp kertas masih diperbolehkan di level 300, bahkan 600 bagi pengolahan minyak sawit.
Mengingat besarnya jumlah tenaga kerja yang terserap, akan menyulitkan bagi industri tekstil lokal untuk berkembang apabila kebijakan itu terus diterapkan. Sulit bagi mereka untuk memenuhi kriteria tersebut.
Adapun bila terus diterapkan, maka akan muncul kelesuan ekonomi. Produk tekstil lokal bisa semakin lemah dalam bersaing dengan produk impor. Tentunya, apabila pabrik-pabrik tutup maka tingkat pengangguran pun juga akan semakin tinggi.
Di situ, tampak bahwa antara pelestarian lingkungan dengan upaya peningkatan ekonomi menjadi dua hal yang saling bertolak belakang.