Persiapan Pilkada 2020 Bergulir
Sampai ada kejelasan soal desain pilkada serentak, semua pihak tetap mengacu pada regulasi saat ini. Memang ada beberapa usulan revisi berdasar evaluasi pilkada 2017 dan 2018. Namun, usulan tersebut tidak signifikan.
Pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay menyarankan persiapan pilkada serentak tidak perlu mengubah UU. Sebab, waktunya terlalu mepet dengan jadwal dimulainya tahapan pilkada. ’’Catatan-catatan yang pernah ada itu digarap saja di level peraturan KPU,’’ ujarnya.
Itu pun masih dengan catatan khusus. Yakni, Komisi II DPR berkomitmen menyediakan ruang konsultasi yang cepat dan cukup. ’’Kita ini jadi bermasalah dengan pelaksanaan akibat peraturan-peraturan yang terlambat,’’ lanjut Plt ketua KPU periode 2012–2017 itu.
Ada sejumlah catatan buruk pelaksanaan pilkada serentak yang memang perlu mendapat perhatian. Khususnya pelanggaran aturan oleh para peserta. Mulai politik uang hingga mobilisasi ASN. Belum lagi, ada petahana yang seenaknya mereposisi sejumlah pejabat menjelang puncak pilkada.
Menurut Hadar, bila celah-celah yang ada mampu ditutup dengan menggunakan peraturan KPU, tidak perlu mengubah UU. Revisi UU memerlukan waktu panjang karena melibatkan dua pihak, yakni DPR dan pemerintah. Berbeda halnya dengan peraturan KPU yang merupakan otoritas penuh KPU. KPU hanya diwajibkan berkonsultasi kepada komisi II dan pemerintah mengenai substansi aturan. (byu/c6/fat)