Petani Garam Meradang, Gemerincing Ringgit Lebih Menggiurkan
Sebetulnya, produksi garam NTB jauh dari cukup untuk memasok kebutuhan dalam daerah. Sebab, kebutuhan garam konsumsi setahun di daerah ini hanya 138,58 ton. Sementara tahun lalu, produksi sudah tembus hingga 24.307 ton setahun. Tentu ada kebutuhan garam untuk industri pengolahan dan lainnya. Dan itu masih bisa dipenuhi dari dalam daerah. Sehingga produksi sebetulnya sudah surplus dari kebutuhan.
Masalahnya, ketiadaan pabrik pengolahan garam beryodium di NTB menyebabkan segala garam konsumsi akhirnya harus didatangkan dari luar NTB. Itu sebabnya, manakala harga garam melonjak seperti sekarang, NTB pun kena imbas. Bahkan, tak cuma melonjak. Garam konsumsi pun menjadi langka.
Harga Melonjak, Pedagang Malah Menjerit
Bertandanglah ke Pasar Kebon Roek di Ampenan. Kalau sebelumnya mudah mencari garam-garam di sudut pasar, sekarang tidak lagi. Lombok Post menemukan hanya seorang penjual garam yang ada di sana. Tapi, kepada koran ini, penjual garam itu justru mengeluh.
Dalam beberapa hari ini, jumlah pembeli menurun setelah harga garam melonjak.”Yang beli garam berkurang,” kata pedagang garam yang mengaku bernama Eri tersebut.
Tapi, pedagang tak punya pilihan. Sebab, kenaikan harga garam bukan kemauan mereka. Tapi memang sudah naik dari tempat mereka mengambil barang.
Eri menuturkan. Jika sebelumnya garam kasar 60 kilogram dia beli seharga Rp 150 ribu. Sekarang garam dengan jumlah yang sama harganya melonjak hingga Rp 350 ribu.
Garam halus pun sama. Saat normal, satu karung ukuran 60 kilogram dulu biasanya harganya hanya Rp 250 ribu. Tapi sekarang sudah tembus angka Rp750 ribu.