Pikul Bayar
Oleh: Dahlan IskanSepanjang lebih lima kilometer perjalanan arak-arakan ini banyak yang menawari saya minum. Mungkin mereka melihat kok saya lari kecil terus. Juga ditawari bakpao. Atau kue lainnya.
Beberapa produk memang membagikan makanan-minuman secara gratis. Saya bertekad: baru akan minum air putih saja setiba di Sam Poo Kong.
Matahari mulai tinggi. Udara mulai panas. Keringat bercucuran. Halaman Sam Poo Kong padat manusia. Juga padat dewa-dewa yang dipikul di tandu. Sambil terus digoyang-goyangkan.
Saya tidak sampai selesai di situ. Saya harus buru-buru balik ke Surabaya. Tepatnya: harus buru-buru mampir ke Jalan Lombok. Untuk menuntaskan dendam pada lun pia.
Sial. Harus menunggu satu jam. Antre. Terlalu banyak order on line. Apa boleh buat. Waktu tidak cukup. Langsung kabur ke jalan tol. Sepanjang jalan tol itu ingatan saya ke dendam yang tak terbalaskan itu: lun pia.(*)