PKS Minta Pemerintah Lirik Kenaikan Tarif Listrik Industri, Jangan Dimanja!
Wakil Ketua FPKS DPR RI itu menyebut perbaikan kinerja dan keuangan adalah hal strategis yang perlu mendapat perhatian dan prioritas bagi bisnis PLN ke depan.
"Salah satu yang krusial adalah penurunan surplus listrik PLN, khususnya di Jawa dan Sumatera. Dengan adanya klausul TOP (take or pay) alias “pakai atau tidak pakai, bayar” dalam kontrak listrik, maka surplus daya listrik yang ada menjadi beban yang harus dibayar PLN.
Menurutnya, makin besar surplus listrik tersebut, maka makin besar beban PLN. Ditambah lagi dengan mulai beroperasinya PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) baru hasil program 35 ribu MWe, maka praktis akan menambah angka surplus listrik dan menjadi makin menghimpit PLN.
Oleh karena itu, PLN harus berani mendesak pihak listrik swasta (Independent power producer) untuk mengerem bertambahnya surplus listrik dari PLTU baru.
Hal lain yang perlu dilakukan PLN adalah efisiensi operasi PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel). Walaupun dari segi jumlah daya, kontribusi PLTD tidak seberapa besar, namun perannya dalam BPP listrik PLN cukup signifikan.
Apalagi ketika harga minyak dunia melonjak, beban dari PLTD ini ikut melonjak. Berbeda dengan PLTU, meskipun harga batu bara dunia sedang tinggi, dengan berlakunya DMO (domestic market obligation), harga batubara untuk PLN dipatok tetap pada harga USD 70 per ton.
"Karenanya, di tengah harga migas yang tinggi, pembangkit disesel ini harus segera dikonversi dengan listrik dari sumber EBT (energi baru terbarukan) dalam menekan BPP listrik PLN," imbuh Mulyanto. (mcr10/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!