Presiden Divonis Bersalah Kasus Karhutla, Menteri Siti: Justru Pak Jokowi Membenahi yang Salah !
Dengan adanya corrective action terutama pada penetapan status kesiagaan dan keterlibatan lintas instansi, terjadi pengurangan jumlah hari status tanggap darurat karhutla.
Bahkan sepanjang tahun 2016-2018, Indonesia tidak mengalami status Darurat akibat Karhutla. Luas area terbakar berkurang menurun hingga 92,5 %. Dari 2,6 juta ha di 2015, menjadi 194,757 ha di 2018.
''Pada kejadian 2015 dan tahun-tahun sebelumnya, Indonesia selalu mengekspor asap ke negara tetangga. Tapi setelah perubahan besar-besaran di era Presiden Jokowi, Alhamdulillah, tidak ada lagi bencana asap skala nasional dan tidak ada lagi asap lintas batas. Itu dirasakan rakyat di daerah rawan, diakui oleh para pemimpin negara sahabat dan disampaikan di forum-forum resmi internasional,'' kata Menteri Siti.
Indonesia bahkan menjadi rujukan informasi dan pusat pengetahuan berbagai negara di dunia dalam hal tata kelola gambut, ditandai juga dengan berdirinya International Tropical Peatland Centre atau Pusat Lahan Gambut Tropis Internasional (ITPC).
‘’Pemerintahan Presiden Jokowi banyak mendapat pelajaran penting dari kejadian karhutla tahun 2015, dan sudah banyak langkah koreksi yang dilakukan, baik dalam bentuk kebijakan maupun regulasi berlapis. Indonesia yang tadinya dikenal gambutnya sering terbakar, sekarang justru jadi rujukan negara lain untuk belajar,'' kata Menteri Siti.
Dengan aturan berlapis dan sanksi hukum yang tegas, kepatuhan korporasi dalam pengendalian karhutla juga meningkat.
Dalam mengurai kasus Karhutla yang demikian rumit, pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi, ditegaskan hadir bagi setiap lapisan masyarakat.
Perihal gugatan yang kemudian dilayangkan kepada Pemerintah, Menteri Siti mengatakan pihaknya menghormati setiap proses hukum.