Presiden Prabowo dan Tantangan Aktualisasi Pancasila
Oleh: I Wayan Sudirta, S.H., M.H - Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI PerjuanganIndonesia sedang menghadapi sebuah pembelahan besar. Pembelahan teresebut bukan seperti yang digambarkan oleh media sosial, antara pendukung dan pembenci.
Pembelahan yang saya maksud adalah realitas ketimpangan sosial yang memisahkan kelompok minoritas elite bisnis-politik dengan masyarakat kelas menengah ke bawah.
Dalam perjalanan Indonesia, cita-cita kemerdekaan politik dan ekonomi, demokrasi dan keadilan sosial tersimpan dalam mentalitas kebangsaan kita, dan muncul ke permukaan dalam titik-titik persimpangan arah perjalanan Indonesia.
Jika visi besar Presiden Prabowo adalah perwujudan keadilan sosial, maka hal yang terpenting guna mencapai suatu masyarakat yang berkemakmuran dan berkeadilan adalah semangat kemandirian bangsa sebagai sosio-demokrasi seperti yang dicetuskan oleh Soekarno, yakni demokrasi politik dan demokrasi ekonomi, yang kedua kakinya berdiri dalam masyarakat.
Prinsip ini kemarin dalam pidato awal Presiden Prabowo sudah diitekankan berkali-kali. Tentang kemandirian sebagai bangsa, demokrasi yang murni atau khas Indonesia, dan swasembada pangan.
Pancasila mengakui dan melindungi baik hak-hak individu maupun hak masyarakat baik di bidang ekonomi maupun politik. Ideologi Pancasila mengakui secara selaras baik kolektivisme maupun individualisme.
Demokrasi yang dikembangkan, bukan demokrasi politik semata seperti dalam ideologi liberal-kapitalis, tetapi juga demokrasi ekonomi.
Dalam sistem kapitalisme liberal dasar perekonomian bukan usaha bersama dan kekeluargaan, namun kebebasan individual untuk berusaha. Sedangkan dalam sistem sosialisme-komunis, negara yang mendominasi perekonomian, bukan warga negara.