Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Presidential Threshold, Masihkah Relevan?

Selasa, 02 Mei 2017 – 05:30 WIB
Presidential Threshold, Masihkah Relevan? - JPNN.COM
Lukman Edy. Foto: Riau Pos/dok.JPNN.com

Presidential threshold tetap diperlukan untuk mendorong parpol-parpol agar membentuk sebuah koalisi permanen. Selain itu, dengan adanya PT parpol juga didorong untuk melakukan penguatan kelembagaan parpol guna mencegah permainan kooptasi parlemen dalam pembentukan kabinet.

Konsekuensi logis pilihan ini, semua partai yang belum pernah mengikuti pemilu legislatif sebelumnya tidak diperbolehkan mencalonkan presiden/ wakil presiden pada pemilu 2019 mendatang. Bahwa status kelolosannya mengikuti verifikasi kepesertaan pemilu hanya dapat digunakan sebagai pintu masuk untuk mengikuti pemilu legislatif pada tahun 2019, dan dapat dijadikan sebagai tiket mencalonkan presiden/ wakil presiden pada pemilu berikutnya lagi, 2024.

Bila benar ini pilihan yang akan dipilih oleh anggota pansus, maka baru menjadi relevan membahas berapa besaran persentase presidential threshold yang akan diberlakukan; apakah 15 – 20 % (15% suara hasil pemilu, 20% perolehan kursi di DPR), 20 – 25%, atau alternatif baru, disamakan dengan besaran parliamentary threshold, berapapun nanti keputusannya.

Jika pilihan di atas tidak pula disetujui, maka pilihannya bisa mengkerucut di satu sudut tanpa presidential threshold. Kalangan ini berpendapat bahwa presidential threshold tidak lagi relevan diterapkan mengingat pelaksanaan pemilu legislatif dan pilpres dilakukan bersamaan; karenanya dikembalikan pada hukum awal partai politik peserta pemilu sesuai dengan hakikat Pasal 6A dalam UUD yang menegaskan bahwa partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan calon presiden atau wakil presidennya.

Dalam pandangan ini, maka pemberlakuan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) adalah inkonstitusional. Mengapa? Karena pasal 6A UUD sama sekali tak mensyaratkan adanya dukungan minimal berupa perolehan kursi atau suara. Maka, UU Pilpres seharusnya mampu menangkap jiwa dari norma yang ada di konstitusi terkait pemilihan presiden/ wakil presiden.

Keseluruhan basis teoritik tentang presidential threshold, baik yang menganggap relevan maupun yang memandang tidak relevan dapat saja dihadirkan, bahkan pelajaran-pelajaran penerapannya (best practices) di berbagai Negara di belahan dunia bisa saja dijadikan rujukan asal dasar pijakan pilihannya telah jelas.

Hal itu semata dihadirkan sebagai penguat pertimbangan dan analisis hukum dan konstitusi yang diambil masing-masing Fraksi di DPR RI. Tetapi yang menjadi penting adalah positioning terhadap pilihan-pilihan yang tergambar di atas, serta kecenderungannya dalam mengambil sikap terhadap pilihan tersebut.

Opsi-opsi ini tentu saja tidak berpretensi mendikte pilihan politik para anggota pansus RUU Pemilu maupun fraksi-fraksi, akan tetapi lebih sebagai upaya untuk mempermudah dalam mengambil keputusan nantinya.

Wacana presidential threshold kembali mengemuka akhir-akhir ini, berkenaan dengan pembahasan RUU Pemilu. Presidential Threshold (PT) atau batas minimun

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

X Close