Program CSA Asa di Tengah Ancaman Perubahan Iklim

Menyikapi perubahan iklim tak menentu, kata Mentan Syahrul, pelaku pertanian dituntut membuat pertanian agar lebih ramah lingkungan sekaligus beradaptasi dengan fenomena alam lainnya, sehingga produktivitas dan keragaman komoditi pertanian bisa dicapai.
"Karena pertanian ramah lingkungan juga sejalan dengan pertanian berkelanjutan yang merupakan implementasi dari RPJMN Prioritas Nasional (PN) 6 tentang membangun lingkungan hidup, meningkatkan ketahanan bencana dan perubahan iklim, serta pembangunan rendah karbon," jelas Mentan Syahrul.
"Bentuk-bentuk penerapan pertanian ramah lingkungan, antara lain pertanian cerdas iklim atau CSA, pertanian terintegrasi (integrated farming), serta pertanian organik," imbuhnya.
Secara terpisah, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Dedi Nursyamsi mengatakan bahwa pertanian ramah lingkungan merupakan sistem pertanian yang mengelola seluruh sumber daya pertanian dan input usaha tani secara bijak, berbasis inovasi teknologi untuk mencapai produktivitas berkelanjutan dan secara ekonomi menguntungkan dan berisiko rendah.
Selain itu, pertanian ramah lingkungan merupakan teknik pertanian yang dalam pelaksanaannya menggunakan mikroorganisme menguntungkan serta bahan organik sehingga agroekosistem menjadi seimbang baik di bawah tanah maupun di atas tanah.
Kabadan Dedi menjelaskan petani sering kali menggunakan pestisida maupun pupuk kimiawi yang berlebihan dan berakhir pada hancurnya lingkungan yang kembali lagi berakibat pada pertanian.
“Pertanian Cerdas Iklim atau CSA menjadi solusi yang amat nyata dalam mitigasi Emisi Gas Rumah Kaca,” lanjut Kabadan.
Dedi melanjutkan mitigasi terhadap perubahan iklim harus dilakukan dari hal-hal yang paling kecil. Mulai dari penggunaan pupuk organik, mengurangi penggunaan produk kimiawi, hingga lahan sawah dengan sistem tergenang.