Puasa dan Pengaruh Regenerasi Sel-sel Saraf
Oleh: Dekan School of Biomedical Sciences, National Health University, California USA, Taruna Ikrarjpnn.com - Selama berabad-abad, para ilmuwan dan filsuf terpesona oleh otak. Laju percepatan penelitian dalam ilmu saraf dan perilaku, membuat para ilmuwan belajar lebih banyak dalam 10 tahun terakhir, dibandingkan dekade sebelumnya untuk mengungkap berbagai misteri di dalam otak.
Otak adalah bagian paling kompleks dari tubuh manusia. Organ ini memiliki fungsi utama sebagai pusat kemampuan berpikir, kecerdasan, mengingat, inovasi, serta pusat penafsiran terhadap fungsi panca indra, inisiator gerakan tubuh, dan pengendali perilaku.
Otak terdiri atas 100 miliar sel saraf (neuron) yang berhubungan. Hubungan antarsel saraf disebut sinaps. Hubungan sel saraf (sinaps) terjadi melalui impuls listrik dan kimiawi dengan neurotransmiter sebagai perantara.
Neurotransmiter berperan dalam pengaturan sistem kerja antarneuron. Jika terjadi gangguan pada neurotransmiter, neuron akan bereaksi abnormal.
Ada dua golongan sel saraf, excitatory dengan neurotransmiter kimiawi (glutamat) dan inhibitory dengan neurotransmiter gamma aminobutyric acid (GABA).
Kedua jenis sel saraf itu berfungsi seimbang untuk melaksanakan fungsi otak. Ada banyak faktor yang memengaruhi fungsi otak, antara lain faktor genetik, psikologi/kejiwaan, lingkungan, temperatur, makanan, dan minuman.
Dalam ilmu saraf dikenal istilah plastisitas otak, yakni kapasitas sistem saraf untuk mengubah struktur dan fungsinya sebagai reaksi terhadap keragaman lingkungan.
Tiga bentuk utama dari plastisitas otak adalah plastisitas sinaptik, neurogenesis, dan fungsional kompensasi. Plastisitas sinaptik terjadi ketika otak terlibat dalam pembelajaran dan pengalaman baru. Akan terjadi interaksi dan networking baru pada hubungan sel-sel saraf di otak.