Puluhan Ribu Sak Limbah Beracun Bertebaran di 3 Kecamatan
Dari data DLH (dinas lingkungan hidup), ke-136 usaha aluminium rumahan itu tersebar di 19 desa. Sebanyak 14 desa di antaranya berada di wilayah Kecamatan Sumobito. Sisanya lima desa di Kecamatan Kesamben.
Terus berlangsungnya pembuangan limbah tersebut, menurut Prigi, merupakan buah minimnya penegakan hukum. Atau setidaknya pengawasan di lokasi. Terlebih, di antara seluruh pabrik yang beroperasi, hanya dua yang berizin resmi.
Selain itu, lanjut Prigi, pemberian informasi bahaya kepada masyarakat masih kurang. Akibatnya, banyak yang tidak tahu betapa berbahayanya limbah-limbah tersebut. ’’Jelas, Kementerian Lingkungan Hidup hingga Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Jombang kebobolan dalam hal ini,’’ tegasnya.
Sejauh ini, DLH Jombang baru dalam tahap berkoordinasi dengan pemerintah pusat. Meski belum bisa membeber secara keseluruhan, Yudhi Adriawan, kepala DLH Jombang, menegaskan bahwa sudah ada kesepakatan penanganan terkait dengan penyikapan limbah B3 di wilayah Jombang.
’’Artinya, nanti ada agenda-agenda ataupun item-item yang secara simultan harus kami lakukan,’’ katanya.
Sebagai langkah awal, pihaknya sudah merencanakan segera mengumpulkan seluruh pelaku usaha pengolahan limbah aluminium di Sumobito dan Kesamben. ’’Mulai 11 April ini kami berikan sosialisasi, turun bersama dengan tim gakkumdu (penegakan hukum terpadu) dari Jakarta,’’ ungkapnya.
Material yang dipakai industri rumahan itu residu. Bentuknya dross yang juga merupakan limbah dari beberapa industri besar. Misalnya, packing otomotif.
Juga, beberapa sampah bekas bungkus snack yang ada aluminiumnya. Sampah-sampah itu dibakar dan diambil sisa aluminiumnya. Menurut Prigi, limbah bekas pembakaran aluminium tersebut sangat berbahaya karena kandungan logam berat di dalamnya.