Refleksi Penegakan Hukum 2023: Menuju 2024 Lebih Baik
Oleh: Dr. I Wayan Sudirta, SH, MH - Anggota Komisi III DPR RINamun, hal ini terlihat terkendala dan lambat, seiring dengan berbagai hal seperti tingkat pendidikan, budaya koruptif yang masih kental, dan masih adanya perdagangan pengaruh. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusim dan Nepotisme tampaknya belum berjalan sepenuhnya.
Sistem penegakan hukum dan aparatnya masih diwarnai dengan mafia hukum, suap, dan penyalahgunaan kewenangan.
Belum lagi ditambah dengan budaya kekerasan, kesewenangan, dan keterlibatan dalam tindak pidana.
Setiap insitusi penegak hukum telah memiliki manajemen Sumber Daya Manusia dan pengawasan.
Berbagai cara untuk mengoptimalkan pengawasan, profesionalisme, dan transparansi terlihat telah dilakukan melalui sistem pengawasan melekat hingga digitalisasi.
Akan tetapi, masyarakat tetap dapat melihat dengan mata telanjang adanya praktik mafia di sektor pelayanan publik, seperti suap di pengurusan perkara, penggunaan pengaruh “orang dalam”, dan berbagai penyalahgunaan kewenangan oleh aparat seperti penggunaan untuk kepentingan pribadi dan keluarga.
Reformasi Kultur dan Struktur di manajemen Sumber Daya Manusia di sektor hukum merupakan agenda yang sangat penting untuk diprioritaskan, mengingat penegakan hukum dan keadilan merupakan harapan terakhir masyarakat terhadap kesewenangan kekuasaan dan pemerintahan.
Budaya organisasi dan sumber daya manusia harus diarahkan pada keadilan, transparansi, profesionalisme, akuntabilitas, dan mengutamakan integritas. Maka dibutuhkan pemimpin-pemimpin yang dapat memberikan teladan dan tegas dalam melaksanakan tugas dan fungsinya secara bersih dan tidak pandang bulu serta lebih responsif dan berorientasi pada layanan publik.