Remis
Namun, ternyata tidak sesederhana itu. Perang lokal ini punya potensi pecah menjadi perang yang lebih besar, yang melibatkan dua kekuatan besar yang pernah menjadi penguasa di era Perang Dingin pasca Perang Dunia II sampai 1990.
Kekaisaran Uni Soviet runtuh pada 1990, dan efek dominonya terasa di seluruh dunia. Negara-negara komunis yang menjadi satelit Uni Soviet satu per satu lepas. Amerika menjadi negara adidaya tunggal di dunia. Amerika menjadi polisi dunia.
Selepas perang dingin dunia memasuki situasi yang tidak lebih baik. Timur Tengah tetap tidak stabil dan tetap menjadi pusat konflik. Afghanistan menjadi hot spot setelah Amerika tinggal glanggang colong playu, setelah 10 tahun menjadi polisi internasional mengawasi wilayah itu.
Amerika belajar banyak dari kegagalannya di Afghanistan. Amerika menutup mata dan telinga dari kecaman internasional karena dianggap menelantarkan Afghanistan. Terlalu mahal ongkos yang harus dibayar oleh Amerika untuk terus menjadi polisi di Afghanistan.
Negeri Paman Sam itu tak mau menjadi keledai yang masuk ke lubang yang sama dua kali. Ukraina bisa menjadi lubang yang mirip dengan Afghanistan meskipun tidak sepenuhnya sama.
Sekali masuk langsung ke palagan Ukraina, Amerika harus siap perang jangka panjang dengan skala lebih besar.
Amerika dan sekutu Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) tidak mau ambil risiko. Perang frontal melawan Rusia bisa membawa efek perang global mengerikan. Amerika lebih memilih perang proksi melawan Vladimir Putin dengan menerapkan sanksi ekonomi dan pembekuan aset pengusaha Rusia kroni Putin.
Ukraina harus menerima nasib sebagai anak yatim yang ditelantarkan. Ia ingin menjadi anggota NATO untuk mendapat perlindungan dari Amerika dan Eropa. Rusia tidak akan membiarkan pintu belakang rumahnya dikuasai oleh Amerika dan NATO.