Rencana Pengelolaan Danau Harus Diperhatikan dalam Tata Ruang Wilayah
Tata ruang harus disusun dengan mempertimbangkan kondisi DTA yang berkelanjutan.
"Prinsip untuk menyelamatkan danau dengan pendekatan tata ruang adalah mengatur zona badan air untuk kepentingan zona pelayanan wilayah hilir, serta mengatur zona perlindungan daerah DTA dan zona sempadan dan buffer untuk kepentingan zona badan air danau agar erosi dan sedimentasi dapat diminimalisir," ujar Aria.
Sejalan dengan itu Direktur Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Pemanfaatan Tanah Kementerian ATR/BPN, Budi Situmorang juga menyoroti terkait penguasaan tanah di wilayah DTA Situ, Danau, Embung, Waduk (SDEW) yang harus bebas konflik, harus disertai sertifikasi atas nama negara guna mendukung pelestarian ekosistem danau.
Hal ini penting mengingat kondisi di lapangan yang masih banyak ditemui lahan dengan status hak milik pribadi dan swasta di sempadan SDEW. Ini yang harus dipantau dengan baik agar aktivitas penggunaannya yang berimbas pada ekosistem danau dapat diperkirakan.
"Deliniasi areal SDEW harus dipastikan less conflic, jangan ada hak atas tanah di sempadannya, dan ini harus disertifikat atas nama negara. Kemudian penataan zonasi harus dibuat dan ditepati, mana yang boleh dan tidak boleh dibangun disana," tegas Budi.
Dari sisi Konservasi Ekosistem, Dirjen Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Wiratno menyebutkan bahwa danau merupakan rumah bagi ratusan jenis spesies baik yang hidup di dasar danau, permukaan, maupun di sempadannya.
Kondisi danau yang rusak akan mendorong kita kehilangan spesies sebagai entitas biologi, kehilangan materi genetika dan biokimia serta terganggunya ekosistem danau.
"Ancaman terhadap ekosistem danau berasal dari ancaman introduksi jenis spesies asing; konversi hutan; sampah dan gulma; ilegal logging; erosi dan sedimentasi, dan penegakan hukum yang semakin sulit karena modus operandi yang semakin canggih," ujar Wiratno.