Revisi Aturan PLTS Atap, IRESS: Bisnis dan Perburuan Rente Lebih Mengemuka
jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif IRESS Marwan Batubara menilai rencana revisi Permen ESDM No.49/2018 terkait PLTS Atap, lebih fokus pada pertimbangan aspek ekonomi dan bisnis.
Dengan begitu, jika berbagai aspek strategis di atas belum terpenuhi secara harmonis dan seimbang, maka revisi Permen harus ditunda.
Karena itu Marwan meminta pemerintah tetap memperhatikan aspek-aspek konstitusional, legal, keadilan, kebersamaan, keberlanjutan pelayanan publik dan berbagai kepentingan strategis nasional dalam merevisi Peraturan Menteri ESDM No.49/2018, tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap (PLTS Atap) Oleh Konsumen PT PLN.
"Ditengarai motif investasi, bisnis dan perburuan rente lebih mengemuka dibanding kepentingan keadilan, kebersamaan dan keberlanjutan pelayanan BUMN. Terlihat dari upaya Kementerian ESDM yang memaksakan skema tarif ekspor-impor listrik net-metering menjadi 1:1," ujar Marwan.
Saat ini, ketentuan tarif net-metering dalam Permen ESDM No.49/2018 adalah 1:0,65.
Artinya, jika saat konsumen mengkonsumsi atau mengimpor listrik dari PLN adalah X per kWh, maka pada saat konsumen mengekpor listrik dari storage di rumah ke jaringan PLN tarifnya adalah 0,65X.
Tarif ekspor listrik konsumen ke PLN memang lebih rendah dibandingkan dengan tarif impor konsumen dari PLN, karena PLN harus menyediaan berbagai sarana pelayanan. Maka dari itu, perubahan tarif ekspor-impor dari 0,65:1 menjadi 1:1 akan merugikan konsumen dan PLN.
Sebenarnya tarif ekspor-impor 0,65:1 sesuai Permen No.49/2018 sudah cukup memadai dan menguntungkan konsumen, terutama gaya hidup sebagai pengguna energi bersih dapat diraih bersamaan dengan tagihan listrik yang lebih murah.