Rizal Ramli Mengingatkan Jokowi, Kalimatnya Pakai Mohon Maaf 2 Kali
Kini di tengah terpaan badai Covid-19 yang makin hari angkanya kian seram, tentu tidak realistis angka-angka pertumbuhan yang dipaparkan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
"Daya beli rakyat biasa betul-betul hancur, karena tidak ada pekerjaan, gara-gara Covid dan sebagainya. Yang paling penting adalah likuiditas di masyarakat disedot."
"Pemerintah utang terlalu banyak, sehingga primary balance-nya negatif selama enam tahun dan makin besar. Artinya apa? harus membayar bunga saja harus meminjam dan makin lama makin berat," kata mantan Menko Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri era pemerintahan Gus Dur.
Nah, karena harus meminjam, negara harus menerbitkan SUN (surat utang negara) terus menerus. Makin lama kian besar.
Apa yang terjadi? Uang di lembaga keuangan di masyarakat tersedot untuk beli SUN. Ini karena bunga SUN lebih tinggi 2 persen dari deposito.
SUN, kata Rizal, lebih menarik bagi masyarakat karena berapa pun nilai uangnya akan dijamin negara. Bandingkan dengan simpanan lainnya yang hanya dijamin maksimal Rp2 miliar.
Menurutnya, itu yang menjelaskan kenapa banyak uang dan likuiditas yang tersedot untuk membeli SUN.
Hal itu pula yang menjelaskan kenapa pertumbuhan kredit bulan September-Oktober negatif dan kondisi ini belum pernah terjadi sejak 1998.