Rokok Elektrik Dinilai Kurang Berbahaya Ketimbang Rokok Biasa
jpnn.com, JAKARTA - Penelitian mengenai rokok elektrik di Indonesia masih sangat sedikit, dan tidak berasal dari sumber yang dapat dibuktikan secara metodologis. Padahal, studi global menyebutkan bahwa rokok elektrik bermanfaat sebagai medium terapi untuk berhenti merokok konvensial. Apalagi, rokok konvensial memberi dampak buruk terhadap penggunanya, terutama jika terpapar pada anak-anak.
“Penelitian mengenai rokok elektrik dapat dilakukan dengan metode yang lebih tepat, seperti penelitian uji emisi aldehid dari rokok elektrik di laboratorium, sebaiknya dilakukan dengan kondisi yang sesuai dengan yang digunakan oleh vaper,” kata peneliti dari Universitas Padjajaran dan co-founder Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik, drg Amaliya, dalam keterangan tertulis, Jumat (14/2).
Menurut dia, ada beberapa penelitian yang menggunakan kondisi vaping bertolak belakang dengan kondisi nyata, contohnya alat vaping generasi 1 atau 2 yang sudah tidak dipakai lagi, suhu yang terlalu panas seehingga menyerupai pembakaran, interval puff atau isapan yang terlalu dekat waktunya dan cairan yang digunakan melebihi jumlah konsumsi per hari, sehingga menghasilkan emisi aldehid yang tinggi.
“Peneliti harus melakukan observasi terlebih dahulu pada pengguna vape, bagaimana kebiasaan dan kondisi apa yang tepat yang bisa disimulasikan di laboratorium sehingga mendekati kondisi nyata penggunaan vaping. Hal ini telah dianalisis oleh peneliti Dr Farsalinos dkk (2018) dan telah dipublikasikan pada Food and Chemical Toxicology,” ujarnya.
“Maka dari itu, saya mengajak semua pihak untuk tidak membuat asumsi berdasarkan sumber-sumber yang tidak bisa dibuktikan secara metodologis,” tambahnya.
Sebagai perbandingan, sebuah studi yang didukung oleh National Institute for Health Research and Cancer Research UK membuktikan bagaimana rokok elektrik dapat menjadi terapi untuk berhenti merokok. Studi yang dilakukan di Inggris tersebut dimulai pada April 2015 dan berakhir pada Maret 2018. Penelitian ini bertujuan melihat tingkat pantang yang tervalidasi secara biokimia selama 12 bulan pada perokok yang menggunakan rokok elektrik dibandingkan dengan terapi pengganti nikotin (NRT).
Hasil temuan pertama dari penelitian itu adalah 18 persen partisipan yang menggunakan rokok elektrik berhasil berhenti merokok selama setahun, dan hanya 10 persen yang menggunakan NRT berhenti merokok. Dari total orang yang sukses berhenti merokok tersebut, 80 persen partisipan yang menggunakan rokok elektrik masih menggunakan vape, dan hanya 9 persen pengguna NRT tetap menggunakan produk tersebut.
Yang tak kalah menarik, laporan batuk dan adanya dahak lebih rendah pada partisipan yang menggunakan rokok elektrik. Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa rokok elektrik lebih efektif untuk menghentikan kebiasaan merokok dibandingkan dengan produk pengganti nikotin. Namun hal tersebut harus disertai dengan tindakan pendukung seperti konseling agar memiliki dampak yang maksimal.(mg7/jpnn)