Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Ruang Semedi, Air Sumur, sampai Lukisan Topi Baja Miring

Kamis, 04 Juni 2015 – 18:14 WIB
Ruang Semedi, Air Sumur, sampai Lukisan Topi Baja Miring - JPNN.COM
Tempat salat Bapak Proklamator Soekarno di Ende. Foto Don Kardono/JPNN.com

jpnn.com - Parade Kebangsaaan beriringan menuju Rumah Pengasingan Bung Karno, sebagai tahanan politik selama 4 tahun di Ende. Sebelum dia diasingkan lagi dari komunitas pergerakan nasional ke Bengkulu. 

Di rumah sederhana tak bernomor itulah, ikatan batin warga Ende dengan Bung Karno kian abadi. 
 
Jangan membayangkan rumah bercat putih dengan pintu warna hijau tua di Ende semegah Istana Bogor, Istana Cipanas, apalagi Istana Merdeka. Situs yang kelihatan sekarang pun, sebenarnya sudah tergolong oke, karena sudah pernah dipugar, direstorasi dan diresmikan Wakil Presiden Boediono, dua tahun lalu, persis di tanggal 1 Juni 2013. Rumah itu sebenarnya milik Abdullah Ambuwaru, penduduk biasa yang dulunya beratap ilalang. 
 
Enam tahun setelah Kemerdekaan RI, tahun 1951, Bung Karno kali pertama mengunjungi Ende, dan meminta Abdullah Ambuwaru agar rumah itu dijadikan museum. 

Tahun 1954, Bung Karno meresmikan heritage tersebut sebagai Situs Bung Karno. Renovasi total dilakukan, dari dinding, lantai sampai atap, tanpa mengubah bentuk bangunan aslinya. Cukup lama Menpar Arief Yahya bersama rombongan parade kebangsaan mampir di rumah pengasingan yang ada beberapa peninggalan asli itu. 

“Kalau objek peninggalan bersejarah ini kemas dalam promosi yang bagus, dikombinasi dengan branding yang tepat, dijaga atmosfernya, didukung oleh masyarakat yang kental dengan sejarah kebangsaan dan Bung Karno, saya yakin ini sudah menemukan penggerak pariwisata Ende. Kalau dulu Bung Karno banyak terinspirasi oleh kehidupan masyarakat di Ende, kini Ende yang terinspirasi oleh kehidupan Bung Karno,” kata Arief Yahya. 

Jika dikumpulkan lagi, pasti masih ada banyak peninggalan-peninggalan lain, baik benda maupun non benda yang bisa menjadi magnet. Salah satunya kesenian drama, yang sempat dipentaskan oleh anak-anak Ende di salah satu Parade Budaya itu. Bung Karno sudah menyutradarai 13 pementasan seni drama, bersama grup keseniannya yang dia namakan Tonil. 

Bukti transkrip yang dikarang dan ditulis dengan mesin ketik manual oleh tangan Bung Karno masih terlihat utuh dan terbaca jelas di museum rumah pengasingan itu. 

Tongkat Bung Karno dua model pun, masih bagus tersimpan rapi di kotak plastik di salah satu sudut rumah itu. Ketika dipakai ke dalam kota, Bung Karno memakai tongkat yang tipis dengan pegangan berukir monyet. Konon, karena di kota dia diawasi ketat dan sering bertemu dengan tentara Kolonial Belanda, monyet itu semacam bentuk perlawanan simboliknya. Sambil menunjuk dengan tongkat, melempar “message” yang menyamakan penjajah itu seperti monyet. 

Satu lagi tongkat yang dipakai ke luar kota, menggunakan tongkat yang lebih besar. 
Ada pula lukisan “Pura Bali” karya asli Bung Karno yang juga “berbicara” non verbal. Pura itu tinggi, disusun dengan batu hitam berukir yang kuat, atap alang-alang berbentuk limas dengan satu sudut di puncaknya. 

Parade Kebangsaaan beriringan menuju Rumah Pengasingan Bung Karno, sebagai tahanan politik selama 4 tahun di Ende. Sebelum dia diasingkan lagi dari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

X Close