RUU ASN: Ini Daftar Ketidakadilan terhadap PPPK, Ada Frasa Nasib Buruk, Ya Tuhan
Nasib Baik jadi PNS, Nasib Buruk jadi PPPK
“Dari penjelasan di atas terlihat bahwa UU Ketenagakerjaan 2003 membuat syarat yang lebih ketat untuk sistem pegawai kontrak dibandingkan dengan UUASN,” demikian kalimat di Naskah Akademik.
Apabila UU Ketenagakerjaan 2003 membatasi pegawai kontrak hanya untuk pekerjaan yang menurut sifat dan jenisnya sementara, maka UUASN justru tidak memiliki batasan tersebut.
Dengan demikian, menurut UUASN seseorang dapat saja menjadi pegawai kontrak untuk pekerjaan yang sebenarnya bersifat tetap. Karena sama-sama dapat diterapkan untuk pekerjaan yang sifatnya tetap (tidak sementara), maka yang menentukan apakah seseorang akan menjadi pegawai PNS atau PPPK tergantung adalah peruntungan mereka.
“Jika bernasib baik, ia dapat menjadi PNS, sedangkan jika bernasib buruk akan menjadi PPPK,” demikian kalimat di Naskah Akademik.
Ketidakjelasan dasar pembagian manajemen kepegawaian ke dalam manajeman PNS dan PPPK, selanjutnya membawa implikasi pada munculnya perbedaan perlakuan atas pegawai yang berada di dalam sistem PPPK, yaitu:
1) Sistem PPPK tidak mengenal batasan waktu kontrak. UUASN hanya menyatakan bahwa “Masa perjanjian kerja paling singkat 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan dan berdasarkan penilaian kinerja.
Kententuan ini menunjukkan bahwa seseorang dapat dijadikan pegawai kontrak pemerintah untuk seumur hidup! Hal ini secara jelas menunjukan bahwa UUASN justru memfasilitasi adanya ketidakpastian kerja untuk pegawai pemerintah.
2) Sistem PPPK tidak mengenal kenaikan pangkat, pengembangan karier, atau promosi. Hal ini berarti bahwa seseorang dapat seumur hidupnya dikontrak untuk pangkat dan pekerjaan yang sama. Karena pangkat dan pekerjaan ini pada akhirnya akan terkait dengan tunjangan dan gaji, maka orang tersebut dapat memperoleh tunjangan dan gaji yang sama (tanpa peningkatan) seumur hidupnya!