RUU Cipta Kerja Harus Memuluskan Masuknya Investasi Berorientasi Ekspor
jpnn.com, JAKARTA - Ekonom Universitas Indonesia Berly Martawardaya menyebut ekspor manufaktur Indonesia termasuk terendah di Asia. Karena itu Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencanangkan transformasi ekonomi untuk memprioritaskan investasi yang berorientasi ekspor. Salah satu instrumennya yakni melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja yang disusun dengan metode Omnibus Law.
“Negara-negara Asia Timur seperti Korea, kemudian negara Malaysia, Taiwan dan Thailand ekonominya bergerak maju karena banyak investasi di sektor manufaktur. Ekspor manufaktur Indonesia paling rendah,” kata Berly dalam keterangannya, di Jakarta, Rabu (23/9).
Berly menjelaskan, masalah rendahnya presentase investasi berorientasi ekspor di Indonesia sudah lama berlangsung. Trajektorinya turun sejak tahun 2000, padahal Indonesia belum termasuk negara kaya seperti Jepang atau Korea yang beralih dari sektor manufaktur ke sektor jasa.
Menurut Berly, kemunculan RUU Cipta Kerja berangkat dari beberapa permasalahan antara lain banyak peraturan yang tumpang-tindih. Akibatnya tidak ada kepastian dan menghambat dunia usaha. Oleh sebab itu, banyak peraturan yang perlu diubah supaya sinkron.
Berly telah menyampaikan itu saat diskusi bertajuk “Menyoal Konflik dalam RUU Cipta Kerja”, di Jakarta, Jumat (18/9).
Direktur Riset Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) ini mengatakan, untuk mengubah semua peraturan yang menghambat itu membutuhkan waktu yang lama.
“Faktualnya, mengubah satu undang-undang saja bisa memakan waktu 1-2 tahun di DPR RI,” ujar Berly.
Berly mengungkap peringkat kemudahan buka usaha di Indonesia terbenam di peringkat 144. Berly menilai UU yang ingin meningkatkan investasi sudah seharusnya untuk mengatasi persoalan tersebut.