RUU Cipta Kerja Harus Mencakup Perlindungan Lahan
jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah dan DPR RI saat ini tengah menggodok aturan RUU Cipta Kerja di sektor pertanian. Dalam rancangan aturan baru tersebut, sejumlah UU akan disederhanakan guna menunjang iklim investasi di Indonesia.
Namun rancangan aturan itu justru dinilai berpotensi menabrak aturan lama di sektor pertanian. Perubahan paling mencolok, misalnya, terkait izin konversi tanah pertanian ke non-pertanian.
“Perlindungan lahan pertanian oleh negara mutlak untuk dilakukan. Pemenuhan kebutuhan pangan nasional akan meningkatkan produktifitas dan kesejahteraan rakyat, dan menjadi bagian dari kedaulatan pangan suatu negara. Apalagi saat ini kondisinya lagi pandemi Covid-19 dan resesi ekonomi," kata Anwar Maruf, Sekjen Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia (KPRI), ketika dihubungi, (25/9).
Sebagaimana diketahui, RUU Cipta Kerja akan menghapus Pasal 19 ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan.
Dari perubahan itu, alih fungsi lahan budi daya pertanian untuk kepentingan umum dan/atau proyek strategis nasional tak memiliki kewajiban terkait syarat kajian kelayakan strategis, rencana alih fungsi lahan dan dibebaskan kepemilikan haknya dari pemilik.
Kemudian, kewajiban menyediakan tanah pengganti terhadap lahan budi daya pertanian juga berpotensi terhapus. Dampaknya diprediksi akan mempercepat alih fungsi tanah pertanian.
Selain itu, ketentuan pasal 19 ayat (4) yang menyebutkan lahan budi daya pertanian yang memiliki jaringan pengairan lengkap tak bisa dialih fungsikan. Melalui RUU Cipta Kerja, lahan pertanian seperti itu tetap bisa dialihfungsikan untuk kepentingan umum, dan/atau proyek strategis nasional, dengan syarat tetap menjaga jaringan pengairannya.
Menurut Anwar Ma’ruf, pemerintah seharusnya memajukan sektor pertanian dengan membangun industrialisasi pertanian dan koperasi sebagai kelembagaan ekonomi sesuai konstitusi.