RUU Keamanan dan Ketahanan Siber Belum Layak Disahkan
Hanya saja, Evita menegaskan, dari draf RUU yang sudah dibacanya, aturan ini hanya lebih fokus kepada BSSN saja. "Karena lebih dari 20 pasal itu mengenai BSSN," katanya.
Menurut dia, RUU terlalu teknis sampai sertifikasi, sertifikat dan lain-lainnya. Padahal, Evita berharap ini menjadi payung hukum dari semua kegiatan siber Indonesia.
"Baik itu di BIN, TNI, Kejaksaan, Imigrasi, Kominfo, BSSN, BNPT. Karena ketika bicara serangan serangan siber tidak bisa lepas dari terorisme juga," paparnya.
Pakar keamanan siber Pratama Persadha memgatakan, belum lama ini menjadi salah satu yang diundang membahas RUU ini di Jakarta. Saat itu, ujar Pratama dari sekian banyak pertanyaan rata-rata mereka masih meragukan RUU ini perlu segera disahkan.
"Kenapa, karena masih banyak terjadi conflict of interest antara Badan Sandi Negara dengan institusi-institusi lain yang memang mereka saat ini sudah berkecimpung dalam bidang siber," katanya dalam kesempatan tersebut.
Pratama kaget karena RUU yang besar dan akan mengatur seluruh aspek kehidupan, terutama keamanan dan ketahanan siber di Indonesia itu terlalu cepat untuk diputuskan tanpa adanya koordinasi dengan institusi yang memang berkepentingan terhadap hal ini.
"Karena itu perlu ada pertimbangan khusus, bagaimana membuat undang-undang ini menjadi undang-undang yang baik untuk semua orang di Indonesia, untuk semua instansi, baik pemerintah maupun swasta di Indonesia," paparnya. (boy/jpnn)