Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Safari Harmoko

Selasa, 06 Juli 2021 – 10:35 WIB
Safari Harmoko - JPNN.COM
Dahlan Iskan. Foto: disway.id

Saat itu menyelamatkan koran sangatlah penting. Mati-hidup koran di tangan menteri penerangan. Wartawan sulit diatur. Sesekali pasti memuat berita yang sensitif. Jawa Pos beberapa kali tergelincir. Saya harus berusaha agar bisa selamat.

Saya ikut gaya pak Jakob Oetama (baca: Yakob Utomo), pemimpin besar grup Kompas. Koran harus selamat –meski kesan negatif melekat pada diri kami: orang yang kompromistis. Kurang memegang prinsip independen.

Saya memang memilih sikap koran harus terus berkembang.

Suatu saat saya harus ''minta petunjuk'' Pak Harmoko: akan mengambil alih harian Merdeka Jakarta. Yang legendaris itu. Tanpa restu menteri penerangan hal itu akan bahaya. 

Sebenarnya kata ''mengambil alih'' kurang tepat. Bapak BM Diah-lah yang meminta saya mengelola koran tertua di Indonesia yang masih hidup saat itu.

Beliau adalah pemilik koran itu. Beliau tokoh besar pers Indonesia. Mantan ketua umum PWI Pusat. Mantan menteri penerangan. Beliau sakit-sakitan. Harian Merdeka terancam mati.

Pak Harmoko tidak langsung memberikan restu. Namun, juga tidak langsung memberi isyarat menolak. Sebagai sesama Jawa saya harus tahu membawa diri: saya beralih ke pembicaraan lain.

Seminggu setelah lapor itu, saya dipanggil Pak Harmoko. "Bagus," kata beliau. "Nanti yang jadi pemimpin umumnya xxxx," kata beliau, menyebut satu nama.

Pak Harmoko kejang di dalam sendang itu. Tidak ada satu wartawan pun yang mendengar.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News