Safari Harmoko
"Pak Harmoko, semua koran sekarang ini kan sudah Golkar. Bagaimana kalau tetap ada satu koran yang nasionalis. Satu saja. Biar kesannya tetap baik. Saya janji akan menjaganya. Kami kan tahu batas," kata saya.
Pak Harmoko diam sejenak. Lalu: ''Ya sudah, Dik Dahlan atur''.
Pak Harmoko sering menyebut diri sebagai orang pergerakan. Beliau bergerak terus. Jadi pemimpin terus. Beliau menjadi ketua PWI Jakarta.
Lalu, ketika PWI Pusat pecah –ada kubu Ketua Umum BM Diah dan kubu Ketua Umum Rosihan Anwar– Pak Harmoko yang kemudian tampil sebagai pemenang.
Dua tokoh pers itu saling mengeklaim sebagai ketua umum yang sah. Pak Harmoko yang menjadi ketua umum tunggal berikutnya.
Beliau teguh. Termasuk menghadapi penilaian negatif pada dirinya. Misalnya ketika beliau mendirikan koran Pos Kota. Koran jenis baru di Indonesia saat itu. Kecaman datang bertubi-tubi. Setengah melecehkan. Kok bikin koran kuning seperti itu.
Namun, Pak Harmoko teguh. Di seluruh dunia koran seperti itulah yang oplahnya paling besar. Dan beliau benar. Pos Kota menjadi koran terbesar di Jakarta –secara oplah.
Iklan mininya berhalaman-halaman. Menjadi kaya. Bikin percetakan modern. Bikin koran-koran lainnya lagi. Termasuk harian Surya di Surabaya –yang kemudian diambil alih grup Kompas.