Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Safari Ramadan

Oleh: Dahlan Iskan

Rabu, 05 April 2023 – 07:07 WIB
Safari Ramadan - JPNN.COM
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Ayah merasa tidak menghormati "guru" kalau ada orang ke makamnya tanpa lebih dulu ke makam guru. Bahkan, ayah berpesan, kalau perlu tidak usah ke makam ayah. Cukup didoakan dari makam Hasan Ulama.

Ada bangunan kuno di atas makam Hasan Ulama. Makamnya sendiri dikerudungi kelambu. Biasanya kami tahlil di teras makam.

Ketika Hasan Ulama meninggal ''keguruan'' Satariyah diwariskan ke cucunya: Imam Mursyid Muttaqin. ia mati muda: dibunuh PKI dalam pemberontakan PKI Madiun 1948.

Tujuh kiai kami dibunuh bersama. Dimasukkan sumur hidup-hidup. Lalu ditimbun. Termasuk dua ustad kami yang didatangkan dari Mesir.

Di Safari Ramadan ini saya tidak ke makam ayah. Saya baru saja ke Takeran seminggu sebelum Safari Ramadan. Sekalian melihat proyek kecil-kecilan di situ.

Setamat SD di Bukur saya sekolah di tsanawiyah dan aliyah Takeran. Karena itu Takeran juga saya anggap kampung saya. Apalagi ayah juga besar di situ. Ayah jadi abdi dalem di rumah Hasan Ulama. Abdi kesayangan. Karena itu dikawinkan dengan ibu saya.

Dari makam ibu saya ke desa kelahiran. Ada dua janda tua bersebelahan rumah di Tegalarum: Yu Yah dan Yu Yat. Merekalah yang dulu kasihan pada saya.

Ketika pulang sekolah tidak ada makanan, mereka panggil saya makan di rumah mereka. Kadang di rumah Yu Yah. Kadang di rumah Yu Yat.

SAFARI Ramadan kali ini saya mulai ke makam ibu: Siti Khalisnah. Di desa Bukur, tetangga desa kelahiran saya, Tegalarum.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

X Close