Sajikan Drama di Tengah Teror Bom Thamrin dalam '22 Menit'
jpnn.com, JAKARTA - Film drama aksi terbaru berjudul 22 Menit siap menghibur penonton tanah air. Karya terbaru sutradara Eugene Panji dan Myrna Paramita itu mengangkat kisah tentang keberanian warga dan kesigapan aparat kepolisian dalam mengatasi serangan teroris yang terjadi di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat pada Januari 2016 silam.
Film 22 Menit dibintangi oleh Ario Bayu yang berperan sebagai Ardi. Dia adalah anggota pasukan antiterorisme kepolisian yang mempertaruhkan nyawanya demi mengamankan ibu kota dari ledakan bom.
Berkat kesigapan tim dan juga bantuan dari seorang polisi lalu lintas bernama Firman (Ade Firman Hakim), pelaku serangan bom bisa diamankan dalam waktu 22 menit. Peristiwa berakhir dengan singkat, tapi insiden mematikan tersebut mengubah hidup orang banyak untuk selamanya.
Selain cerita tentang Ardi dan Firman, film 22 Menit juga menghadirkan sudut pandang mereka yang ikut terjebak di dalam situasi mencekam. Beberapa di antaranya adalah office boy bernama Anas (Ence Bagus), dua karyawati bernama Dessy (Ardina Rasti) dan Mitha (HanaMalasan), serta Shinta (Taskya Namya) yang merupakan kekasih Firman.
Para pemain dan kru 22 Menit dalam jumpa pers di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (16/7). Foto: Dedi Yondra/JPNN
"Ini adalah kerja sama semua tim. Film ini mengangkat sisi edukasi tentang kemanusiaan, bagaimana bahaya teroris," kata Lexy Mere selaku produser 22 Menit di Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (16/7).
Eugene dan Myrna yang bekerja sama dengan penulis naskah Husein M. Atmojo dan Gunawan Raharja memang berniat untuk mengangkat nilai-nilai kemanusiaan yang terkait dengan peristiwa tersebut. Meski terinspirasi dari kisah nyata, Eugene menegaskan bahwa 22 Menit tidak dimaksudkan sebagai dokumentasi dari kejadian 2016 lalu.
"Kami mendramatisasi beberapa bagian dari peristiwa bom Thamrin untuk keperluan bercerita lewat medium film. Kami berniat menyuguhkan sajian teknologi canggih ke layar lebar,” ucap Eugene.
Tim produksi 22 Menit menggarap film berdurasi 75 menit ini dengan serius. Menurut Myrna yang telah melakukan penelitian di Polri selama setahun sebelum produksi dimulai, pihak Buttonijo rajin berkonsultasi dengan aparat demi akurasi adegan.